Sudah 36 tahun tak naik gunung, pria sepuh ini berhasil mencapai puncak Rinjani!

photo author
- Rabu, 21 September 2022 | 11:51 WIB
Pracoyo Wiryoutomo. atau kerap disapa Mas Coy, saat berada dipuncak gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat  (Foto : Ist)
Pracoyo Wiryoutomo. atau kerap disapa Mas Coy, saat berada dipuncak gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (Foto : Ist)

Pracoyo Wiryoutomo, bukanlah pendaki profesional. “Saya juga gak berani menyebut diri pecinta alam, apalagi pendaki,” kata pria kelahiran Januari 1968 asal Magelang ini.

Sepanjang sejarah hidupnya, Pracoyo baru sekali mendaki, yakni Gunung Merapi, di tahun 1986. “Itu pun saya ngasal ngikut teman,” ujarnya.

Sekitar tiga atau empat bulan lalu, Pracoyo diprovokasi seorang sahabatnya, drg Mahendra, akan ke Rinjani. “Ikut yuk Pak,” kata drg Mahe.

Ajakan itu pun diseriusi Mas Coy, panggilan akrab di antara rekan-rekannya semasa di Trans7. Uniknya, Pracoyo pernah membawahi program-program petulangan di televisi tersebut: Jejak Petualang, Jejak Si Gundul, Mancing Mania, Si Bolang dan beberapa program lain.

Saat itu, dia malah tidak pernah terfikirkan untuk ikut liputan anak buahnya. “Gak tahu, kok sekarang saya merasa tertantang,” katanya.

Sebagai pengusaha bidang konsultan (www.spora.co.id) yang sering melakukan perjalanan bisnis ke luar kota, persiapan Pracoyo untuk mendaki tergolong tidak terlalu serius.

“Saya hanya memaksakan diri 4 kali sepakan harus olah raga,” katanya. Yang paling sering adalah running minimal 30 menit, renang 15 kali bolak-balik di jalur memanjang, atau sepeda statis minimal 45 menit. “Saya konsisten itu,” ujarnya.

Pracoyo, mendapat nasehat dari seorang pendaki senior. “Asal lu kuat lari satu jam, berarti siap naik gunung!”. Selain persiapan yang harus kuat, juga gear atau peralatan pun lengkap. “Terutama yang menempel di badan. Sepatu, jaket, dan pakaian harus benar-benar nyaman,” kata Mas Coy memberi tips.

Selain itu, saat mendaki jangan membawa bekal yang memberatkan badan. Cukup makanan dan minuman yang dibawa. Sisanya, minta tolong porter untuk membawakan. “Kita fokus ke diri sendiri. Batasi hal-hal yang memberatkan,” ujarnya.

Tak hanya itu, selama mendaki, tidak perlu mengikuti irama kaki orang lain. Sesuai dengan kemampuan diri sendiri saja. “Dua langkah terus istirahat sebentar, gak papa. Dari pada memaksakan diri tapi setelah itu gak kuat,” ujarnya.

Yang tak kalah penting adalah mindset. “Yakinkan sejak awal, kita mampu sampai puncak. jangan pernah sekali pun berfikir akan berhenti, nyerah dan turun ke bawah,” kata konsultan yang banyak menangani BUMN dan Kementerian ini.

Bagi Pracoyo, sekali terfikir boleh menyerah, maka siapkan diri untuk pulang lebih awal. “Saya memang sempat ragu saat akan summit attack, tapi tidak meragukan kemampuan diri. Saya hanya khawatir karena kurang tidur membuat daya tahan gak prima,” katanya.

MENDAKI SAMBIL TERUS BERUSAHA MENDULANG PAHALA

Saat tim ini naik ke Rinjani, berusaha untuk terus mendapatkan pahala. Dengan cara masing-masing. “Saya sambil dzikir,” kata Agung Kertioso. Seorang kawan, sambil menghadapi payahnya badan, masih bisa melafalkan ayat-ayat Quran tentang penciptaan bumi. Tentang alam, dan juga bagaimana gunung saat kiamat nanti.

Yang pokok, tentu tetap menjaga sholat lima waktu. “Kita terus berusaha untuk menjaga ibadah-ibadah kita,” kata Ustadz Abdul Rahman Fadholi saat memberi nasehat kepada tim pendaki di selepas Subuh, di hari terakhir pendakian.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Dyan Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X