Pergeseran Makna ‘Perempuan Adat’ : Kajian Politik Identitas Gender dalam Advokasi Hak Sumber Daya Alam Perempuan Suku Baduy

photo author
- Jumat, 26 September 2025 | 16:09 WIB
Sekelompok wanita Baduy berjalan di pinggiran desa mereka.  Dalam perspektif adat, perempuan bukan hanya "ibu rumah tangga", melainkan juga simbol kesuburan dan keberlanjutan. (Women in Tourism)
Sekelompok wanita Baduy berjalan di pinggiran desa mereka. Dalam perspektif adat, perempuan bukan hanya "ibu rumah tangga", melainkan juga simbol kesuburan dan keberlanjutan. (Women in Tourism)

Penulis:
Ika Wahidah, Rianda Safitri
Magister Kajian Wanita, Sekolah Pascasarjana, Universitas Brawijaya

 

JAKARTA INSIDER - Di tengah hiruk pikuk modernisasi dan investasi yang menggerus hutan, suku Baduy di Banten tetap teguh memegang prinsip "Gunung tidak boleh dirusak, Lembah tidak boleh dijamah."

Namun, pelestarian ini kini tidak hanya diemban oleh para Puun (pemimpin adat) atau laki-laki Baduy Dalam, melainkan juga oleh suara perempuan.

Pergeseran peran dan makna ini membentuk sebuah medan baru dalam politik identitas gender yang patut dicermati dari sekadar penjaga lumbung padi dan tenun, perempuan Baduy kini tampil sebagai advokat utama hak-hak sumber daya alam mereka.

Baca Juga: Dua Lipa Tarik Lagu dari Spotify Israel Sebagai Dukungan untuk Palestina

Perempuan sebagai Penjaga Tradisi

Sejak lama, perempuan Baduy identik dengan peran pengelola rumah tangga, pengrajin tenun, dan pengatur konsumsi pangan keluarga.

Mereka pula yang menjaga siklus pertanian tradisional, memilih benih, serta mengatur pola makan sesuai prinsip pikukuh (aturan adat) yang mengutamakan keselarasan dengan alam.

Dalam perspektif adat, perempuan bukan hanya "ibu rumah tangga", melainkan juga simbol kesuburan dan keberlanjutan. Dalam dinamika masyarakat adat Baduy di Banten, perempuan memegang peranan penting, bukan hanya dalam lingkup domestik, melainkan juga dalam menjaga keseimbangan sosial, budaya, dan sumber daya alam.

Baca Juga: Prabowo dan PM Kanada Sepakati Perjanjian Ekonomi, Perluas Kesempatan Kerja di Kedua Negara

Namun, modernisasi, intervensi kebijakan negara, serta meningkatnya arus kapitalisasi terhadap tanah dan hutan adat membawa pergeseran makna peran perempuan adat.

Ketika perempuan yang bicara, isu lingkungan menjadi isu kelangsungan hidup dan martabat keluarga, bukan lagi sekadar isu politik. Mereka menggunakan identitas mereka sebagai ibu dan penjaga kehidupan untuk menegaskan klaim atas wilayah adat.

Suara mereka memiliki resonansi moral yang lebih kuat di mata publik luar ketimbang negosiasi formal oleh tokoh adat laki-laki.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kasan Mulyono

Sumber: Opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X