HNW menuturkan, bahwa sejatinya pandangannya ini sejalan dengan putusan MK sebelumnya, yakni putusan No. 22—24/PUU-VI/2008 yang diputus menjelang Pemilu 2009.
"Putusan ini yang menjadi salah satu acuan bagi pembentuk UU, dalam hal ini DPR dan pemerintah untuk menerapkan sistem pemilu terbuka pada pemilu-pemilu berikutnya," jelasnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa meski amar putusan tersebut bukan secara spesifik berbicara mengenai sistem pemilu terbuka atau tertutup, tetapi dalam pertimbangannya MK secara tegas mengarahkan kepada sistem pemilu terbuka.
Karena hal ini sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
"Pertimbang-pertimbangan itu merupakan ratio decidendi (pertimbangan yang mendasari amar putusan), yang sifatnya sama mengikatnya dengan amar putusan," jelas HNW.
Baca Juga: Hebohkan publik, begini isi pesan Ibu Norma Risma usai ketahuan berselingkuh dengan sang menantu
HNW menguraikan MK menafsirkan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 sebagai kedaulatan tertinggi di tangan rakyat, sehingga dalam berbagai kegiatan pemilu, rakyat langsung memilih siapa yang dikehendakinya.
"Besarnya suara pilihan rakyat menunjukkan tingginya legitimasi politik yang diperoleh oleh para calon legislatif maupun eksekutif, sebaliknya rendahnya perolehan suara juga menunjukkan rendahnya legitimasi politik calon yang bersangkutan," jelas HNW mengutip putusan MK tersebut.
Bahkan, lanjutnya, MK juga menafsirkan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 yang mengamatkan agar penyelenggaraan pemilu lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya.
Sehingga rakyat diposisikan sebagai subjek utama dalam prinsip kedulatan rakyat, bukan hanya ditempatkan sebagai objek oleh peserta Pemilu dalam mencapai kemenangan semata.
"Argumentasi ini sangat jelas dalam pertimbangan MK di putusan tersebut," ujarnya.
HNW yang juga Wakil Ketua Majlis Syura PKS ini menambahkan, bahwa MK malah secara tegas menyebutkan mengenai keunggulan sistem proporsional terbuka.
"Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih, maka akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih, yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak," demikian lanjut HNW kembali mengutip pertimbangan MK tersebut.
Artikel Terkait
Amien Rais duga kuat ada intervensi KPU Pusat, Partai Ummat tak lolos verifikasi faktual
Tak dapat uang pensiun dari KPU, Arisandi Kurniawan gugat Presiden Jokowi sebesar Rp 156 miliar
Amin Rais menangis bahagia, Partai Ummat berpeluang jadi peserta Pemilu 2024 usai mediasi dengan KPU
Ketua KPU Hasyim Asy'ari dilaporkan 'Wanita Emas' ke DKPP terkait dugaan pelecehan seksual
Hamzah Haz galau hati akan nasib PPP di Pemilu 2024, elektabilitasnya masih rendah
Amien Rais: Pasca Pemilu 2024, Jokowi bisa menjadi Guru Bangsa
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir: Jelang tutup tahun 2022, tutup isu yang buat Pemilu 'ngambang'