Baca Juga: Aldila Jelita istri Indra Bekti selalu dampingi setiap saat, doa dan harapannya ...
Intinya, Pilpres dan Pilkada memberikan keleluasaan bagi calon presiden dan calon kepala daerah untuk menyampaikan visi, misi, dan program pembangunan saat berkampanye.
Inilah yang berpotensi melahirkan keterputusan program pembangunan dari satu masa jabatan ke masa jabatan berikutnya.
Desentralisasi dan penguatan otonomi daerah menambah keruwetan akibat perencanaan pembangunan daerah tidak bersinergi antara satu daerah dengan daerah lainnya, serta antara pembangunan daerah dengan pembangunan nasional.
Di tahun-tahun mendatang, negara ini memerlukan GHBN atau apa pun namanya, agar pembangunan nasional jadi berkesinambungan.
Tanpa GBHN yang jelas, setiap presiden bisa menjalankan kebijakan pribadinya sendiri-sendiri tanpa merasa terikat secara hukum oleh grand design besar yang dirumuskan para wakil rakyat.
"Model pembangunan nasional saat ini mirip tari poco-poco, maju selangkah, mundur selangkah dan begitu seterusnya," ujarnya.
Setelah GHBN dihilangkan dari politik dan ketatanegaraan, lahirlah UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Kedua regulasi inilah yang menjadi pedoman pembangunan nasional.
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode secara tidak langsung membuat agenda menghadirkan PPHN melalui amandemen terbatas menjadi tertunda.
PDI Perjuangan sebagai lokomotif hadirnya PPHN mengambil sikap menunda rencana amandemen terbatas itu. Partai ini khawatir wacana ini menjadi "bola liar" yang potensial dimanfaatkan para "penumpang gelap" yang haus kekuasaan secara oligarkis.
Fraksi PDI Perjuangan berpendapat, seharusnya setiap anak bangsa di negara besar ini punya sensivitas nasionalisme dan patriotisme yang tinggi, ketimbang larut dalam kebisingan politik jelang pemilu 2024 nanti.
Baca Juga: Tentara Rusia diberi amnesti pajak guna memompa semangat perang melawan Ukraina
Jangan sampai libido kekuasaan itu membuat mereka lupa dengan berbagai ancaman global yang menghadang, mulai dari resesi ekonomi yang diprediksi terjadi pada 2023, krisis pangan, krisis energi, terorisme global, persaingan dagang AS dengan China, perang Rusia vs Ukraina, dan ancaman varian baru Covid-19.
Agenda politik 2024 seharusnya diisi dengan diskursus bagaimana menjawab semua ancaman global itu.