JAKARTA INSIDER – Persinggungan Sukarno dengan Muhammadiyah terjadi saat sosok proklamator RI ini berusia 15 tahun, atau sekitar tahun 1916, di Surabaya.
Di kota Pahlawan ini, Sukarno muda sedang indekos di rumah tokoh Sarekat Islam, Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto yang berada di Jalan Peneleh VII/29-31 Surabaya, Jawa Timur.
Ketika itu, Sukarno bertemu dengan Kiai Ahmad Dahlan yang menjadi tokoh sentral dalam gerakan Muhammadiyah, saat bertabligh ke Surabaya.
Dari pertemuan pertamanya, Sukarno mendapatkan kesan kuat hingga dirinya ‘jatuh cinta’ dengan pemikiran-pemikiran dan sosok kharismatik Kiai Ahmad Dahlan.
Setelahnya, hubungan Sukarno dengan Muhammadiyah makin erat, terlebih saat dia menjalani pemindahan tempat pengasingan dari Ende ke Bengkulu pada 14 Februari 1938.
Melansir dari muhammadiyah.or.id, di Bengkulu, Sukarno aktif menjadi Ketua Majelis Pengajaran Muhammadiyah dan Direktur Sekolah Menengah Muhammadiyah.
Baca Juga: Padahal teman Rusia, tapi Perdana Menteri Israel pertimbangkan pasok Iron Dome ke Ukraina
Ada sebuah kejadian sekaligus catatan menarik ketika Sukarno mendebat penggunaan tabir di suatu rapat Muhammadiyah Bengkulu pada bulan Januari 1939.
Sikap protes Sukarno ditunjukkan dengan cara walk out (meninggalkan) rapat tersebut.
Dalam protesnya, Sukarno menganggap penggunaan tabir melambangkan cara pandang Islam yang mundur.
Tabir tersebut berupa pembatas antara perempuan dan laki-laki yang membuat jamaah perempuan tidak dapat melihat penceramaah atau jamaah lain dari lawan jenis.
Erniwati dkk dalam Samaun Bakri: Berjuang Untuk Republik Hingga Akhir Hayat (2019) menulis pasca kejadian itu, Sukarno bertemu dengan tokoh Muhammadiyah Haji Syudjak dan Samaun Bakri.
Artikel Terkait
Perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam Fiqih
Ahmad Dahlan, kyai yang tak latah dirikan parpol. Mampu belokkan sejarah dengan menjamurnya Muhammadiyah
Ngebut saat mengendarai ambulans untuk antar jenazah. Begini hukumnya dalam Islam
BREAKING NEWS! PP Muhammadiyah resmi umumkan Lebaran 2023 jatuh pada 21 April. Potensi beda dengan pemerintah
Ketua PP Muhammadiyah minta perbedaan penetapan 1 Syawal jangan ‘digoreng’ jadi sumber perpecahan