JAKARTA INSIDER – Di dalam daerah, suatu perkara perdata yang masuk dalam kekuasaan Ken Hooin ataun Gun Hooin diadili oleh Tihoo Hooin, dan perkara pidana yang masuk dalam kekuasaan dua pengadilan itu dan diadili oleh Keizai Hooin.
HUKUM ACARA
Bersama dengan keluarnya Undang Undang No.14 tahun 1942 dan dikeluarkannya surat edaran dari Gunseikan tentang “ Cara mengurus perkara menurut Undang-undang No.14” di mana ditentukan bahwasaya keputusan hakim, surat pemeriksaan, dan surat resmi lain di buat pada masa pemerintahan Belanda dahulu sudah tidak berlaku lagi.
Baca Juga: Mengulik sejarah peradilan Indonesia zaman Kependudukan Jepang dan maklumat Gunseibu Part II
Tentang kepala dari putusan hakim yang berbunyi” in naam der Königin” harus dihapuskan.
Namun banyak ketentuan mengenai pengganti itu tidak diberikan, sehingga tak sedikit dijumpai adanya putusan putusan pengadilan zaman pendudukan Jepang yang tak mempergunakan kepala putusan.
Hanya ada satu surat edaran yang dikeluarkan pada bulan Maret tahun 1942 oleh Pemerintah Militer Jepang (Osamu) di Bandung dan menetapkan bahwa semua putusan pengadilan dari wilayahnya harus memakai kepala “ Atas nama Jenderal Balatentara “.
Baca Juga: Mengulik sejarah peradilan Indonesia zaman Kependudukan Jepang dan maklumat Gunseibu
Dalam praktek perkara perdata, perlu dipergunakan juga Reglement Op De Rechtsbörsering bagi Keizai Hooin atau hukum acara yang berlaku bagi Landgerecht dahulu, yakni peraturan Landgerecht.
Osamu Seirei no.2 tahun 1942 ditetapkan bahwa mengadili perkara yang telah diadili lagi oleh Saiko Hooin untuk hal hal yang perlu, harus dalam tunjukan Gunseikan.
Tanggal 12 Juli 1943, diadakan perubahan dalam hal pembuktian perkara pidana. Dengan satu bukti yang sah sudah cukup untuk menetapkan adanya pelanggaran atau kejahatan apabila hakim percaya dan yakin.
Tentang pemeriksaan perkara pidana di luar hadir terdakwa diatur dalam Osamu Seihi no.1408, dimana ditentukan bahwa pemeriksaan di luar hadir terdakwa itu tidak hanya dalam perkara kejahatan saja, tetapi juga perkara pelanggaran dan tidak dimungkinkan adanya perlawanan.
Selain Osamu Seihi no.1583, maka permohonan grasi masih tetap mengikuti peraturan yang dahulu.
Dalam beberapa hal maka Osamu Seihi no.1583 berlainan dengan Gratieregeling yang berlaku Datum zaman Hindia Belanda dahulu menurut peraturan Jepang tersebut, maka permohonan grasi dapat di tahan oleh Kootoo Hooin untuk dapat dijadikan alasan pemeriksaan ulang.
Selesai.***
Artikel Terkait
Max Verstappen kunci gelar juara dunia 2022 menangi Grand Prix Jepang dalam balapan seru di tengah hujan
Ayano Tsukimi mengembalikan kehidupan di Desa Nagoro, Jepang
Profesi unik ini hanya ada di Jepang. Gaji gede, banyak dilirik pencari kerja. Anda juga bisa!
Mengulik sejarah peradilan Indonesia zaman Kependudukan Jepang dan maklumat Gunseibu
Mengulik sejarah peradilan Indonesia zaman Kependudukan Jepang dan maklumat Gunseibu Part II