Ilmu parenting, didiklah anak di atas prinsip kebebasan dan kemuliaan, bukan perbudakan

photo author
- Selasa, 25 Oktober 2022 | 12:40 WIB
Ilustrasi seorang anak yang sedang bermain dan merasa bebas. (Pexels.com/ jonas mohamadi)
Ilustrasi seorang anak yang sedang bermain dan merasa bebas. (Pexels.com/ jonas mohamadi)

JAKARTA INSIDER - Adapun yang dimaksud kebebasan di sini bukan dalam pengertian mendidik tanpa aturan dan perencanaan, atau membiarkan anak semaunya sendiri, karena orang yang bertindak semaunya sendiri dan tidak ingin mengikuti arahan orang lain bukanlah orang merdeka, tetapi dia telah menjadi tawanan keangkuhan dan kesombongannya sendiri.

Kebebasan yang diikat dengan aturan syariat berarti kemuliaan dan kreativitas. Kebebasan berarti juga membuat perencanaan, memilih untuk taat. Itulah kebebasan hidup yang sesungguhnya.

Dalam sebuah penelitian pendidikan disebutkan bahwa semakin anak diberi kebebasan, maka akan semakin mudah untuk mendidiknya, lebih mudah dan lebih cepat. Begitu pula sebaliknya. Dilansir JAKARTA INSIDER dari buku Creative Islamic Parenting karya Syekh Dr. Nayif Al-Qurasy pada Selasa (25/12/2022).

Baca Juga: Ilmu parenting, cara merawat kecerdasan dan membentuk pola pikir sang buah hati

Mendidik anak untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah termasuk bagian dari kebebasan, karena dengan cara itu anak akan memiliki kemampuan mengambil keputusan dan menentukan pilihan.

Berbeda dengan anak yang dididik di bawah paksaan dan tekanan, Anda akan temukan ada di antara mereka yang sudah berusia 24 tahun, namun ia masih mengadu dan meminta pendapat kepada ibunya ketika ia bertengkar dengan istrinya.

Perhatikanlah, bagaimana Nabi menanamkan makna kebebasan dalam benak setiap shahabatnya, terutama shahabat-shahabat yang masih kecil dengan meminta pendapat mereka dan menempatkan hak mereka di atas segalanya.

Baca Juga: Ilmu parenting, bangun dan kembangkan karakter anak dari semua aspek!

Hal demikian itulah yang membentuk pribadi pada generasi tersebut. Misalnya saja kebebasan anak dalam mengungkapkan perasaan dapat dilihat dalam kisah shahabat mulia Abdullah bin Abbas pada masa kecilnya.

Dari Sahal bin Sa'ad As-Sa'idi ase, bahwa kepada Rasulullah disuguhkan minuman, lalu beliau meminumnya, sementara di samping kanan beliau ada seorang anak kecil, dan di sebelah kiri beliau ada para orangtua.

Lantas Nabi berkata kepada anak kecil itu. "Apakah kamu mengizinkan aku untuk memberi minuman ini kepada mereka?" Anak kecil itu berkata, "Demi Allah, tidak wahai Rasulullah, aku tidak akan mendahulukan orang lain untuk mendapat bagian darimu." Maka beliau pun memberikan minuman itu kepadanya." (Hadits shahih diriwayatkan oleh Al Bukhari, no. 5620)

Baca Juga: Ilmu parenting, pentingnya memuji dan mengapresiasi kebaikan anak di hadapan khalayak

Mendidik buah hati menjadi anak yang diam, lemah, dan submitif lebih mudah bagi kedua orangtuanya. Tetapi, apakah anak seperti itu yang diharapkan akan menjadi generasi masa depan?

Tidak ada kontradiksi antara kewajiban taat kepada kedua orangtua yang merupakan salah satu bentuk taqarrub kepada Allah dan ibadah (bahkan ia termasuk salah satu kewajiban yang paling urgen) dengan peringatan terhadap sikap "membeo", tidak punya pendirian, dan menjadikan sikap kebebasan memilih dan mengambil keputusan sebagai tindakan menyelisihi aturan dan keluar dari ketaatan, atau menganggapnya sebagai kemaksiatan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Jeki Purwanto

Sumber: Creative Islamic Parenting karya Syekh Dr. Nayif Al-Qurasy

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

9 jenis jin dan tugasnya, yuk simak apa saja

Selasa, 9 Desember 2025 | 18:31 WIB
X