JAKARTA INSIDER - Tak sedikit orang yang ragu untuk bergabung di majelis ilmu karena minder dan malu. Malu belum bisa membaca al-Qur'an atau minder karena merasa masih terlalu awam.
Ada juga seorang muslimah merasa minder menghadiri suatu majelis ilmu karena merasa hariannya belum bisa menutup aurat secara konsisten.
Mestinya, 'kekurangan' diri itu justru menjadi cambuk bagi dirinya untuk bangkit, bukan justru malu untuk maju. Karena ilmu tak akan singgah kepada seseorang yang malu untuk mencarinya.
Baca Juga: Sirah Nabawiyah, Nabi Muhammad senang mengasingkan diri sebelum diserahi kepemimpinan
Ada kisah menarik, bagaimana peristiwa memalukan yang awalnya membuat minder, tapi mengantarkan seseorang menjadi ulama yang super. Dilansir JAKARTA INSIDER dari buku Muslim Hebat karya Abu Umar Abdillah pada Sabtu (15/10/2022) tentang Kekurangan yang Mengantarkan si Minder Menjadi Super.
Abu Muhammad bin Al-Arabi mengatakan, "Abu Muhammad bin Hazm dilahirkan di Kordova. Di kota ini, kakek Ibnu Hazm itu memegang jabatan menteri yang setelahnya dipegang oleh ayahnya. Ibnu Hazm berada di istana kementerian sejak berumur baligh hingga berumur dua puluh enam tahun." la berkata, "Sungguh, saat aku mencapai umur ini (26 tahun), aku belum mengetahui bagaimana cara melakukan shalat dengan benar."
Abu Muhammad bin Al-Arabi melanjutkan, "Aku telah diberitahu oleh Ibnu Hazm bahwa awal mula beliau belajar fiqih adalah saat beliau menghadiri pemakaman jenazah seorang pejabat rekan ayahnya, lalu ia masuk ke dalam masjid sebelum shalat Ashar. Di dalam masjid itu ia menemukan banyak orang."
Baca Juga: Bermain media sosial dapat pengaruhi kesehatan mental? Simak penjelasannya
Setelah masuk, ia duduk tanpa melakukan shalat terlebih dahulu. Karena itu, guru yang membimbingnya memberi isyarat kepadanya untuk shalat. Namun, Ibnu Hazm tidak paham isyarat gurunya. Orang orang berkata, "Apakah pemuda seumuran kamu belum mengetahui apa itu shalat tahiyatul masjid?" Lalu akupun berdiri dan rukuk untuk shalat tahiyatul masjid.
Ketika shalat jenazah akan dimulai, maka aku masuk ke masjid dan hendak melakukan shalat. Namun, ada yang menegurku, "Duduklah, duduklah, ini bukan waktu shalat." la tidak tahu mana yang benar, tidak pula mampu menjawab teguran itu lantaran tak tahu ilmu.
Karena rasa malu dan sedih atas apa yang menimpanya itu, beliau berkata kepada gurunya, "Tunjukkan kepadaku rumah ahli fikih, Syaikh Al-Musyawir Abu Abdillah bin Dahun." Sejak itulah beliau mulai serius belajar Islam hingga menjadi ulama besar.***