Lalu timbul pertanyaan, bagaimana apabila lantunan azan berasal dari pengeras suara (speaker) ataupun media televisi, radio dan aplikasi yang terinstal di smartphone kita. Apakah masih tetap sunah untuk dijawab? Dan apakah mendapat pahala kesunahan ketika menjawabnya?
Melihat konteks demikian ulama berpandangan, hukumnya diperinci sebagaimana berikut:
Apabila suara azan tersebut terdengar langsung dari lantunan suara muazin, bukan dari suara kaset yang diputar ataupun rekaman, maka hukum menjawabnya tetap disunahkan dan mendapatkan pahala kesunahan.
Namun, apabila lantunan azan yang terdengar dari pengeras suara maupun aplikasi smartphone tersebut merupakan rekaman suara yang diputar, maka tidak disunahkan untuk menjawabnya serta tidak mendapatkan kesunahan.
Ketetapan demikian mengacu pada pendapat yang diungkapkan oleh ulama terkemuka Makkah Syekh Ismail Zain Al-Yamani (wafat 1414 H) dalam kompilasi fatwanya:
سُؤَالٌ هَلْ يُسَنُّ جَوَابُ الْأَذَانِ مِنْ مُكَبِّرِ الصَّوْتِ إِذَا كَانَ الْمُؤَذِّنُ بَعِيْدًا عَنْهُ بِحَيْثُ لَا يَسْمَعُ أَذَانَهُ إِلَّا بِوَاسِطَةِ مُكَبِّرِ الصَّوْتِ أَوْ لَا بَيِّنُوْا لَنَا ذَلِكَ؟ الْجَوَابُ نَعَمْ يُسَنُّ إِجَابَةُ الْمُؤَذِّنِ الْمَذْكُوْرِ وَالْمُكَبِّرُ غَايَةُ مَا فِيْهِ أَنَّهُ يُقَوِّيْ الصَّوْتَ وَيُبَلِّغُهُ إِلَى مُدًى بَعِيْدٍ هَذَا إِذَا كَانَ الْأَذَانُ مَنْقُوْلًا بِوَاسِطَةِ الْمُكَبِّرِ عَنْ مُؤَذِّنٍ يُؤَذِّنُ بِالْفَعْلِ أَمَّا إِذَا كَانَ الْأَذَانُ فِي الشَّرْطِ الْمُسَجَّلِ فَلَا تُسَنُّ إِجَابَتُهُ لِأَنَّهُ حَاكٍ وَالْحَاكِيْ لَا يُحَاكَى وَاللهُ أَعْلَمُ
Artinya, “(Pertanyaan) apakah disunahkan menjawab azan yang dikumandangkan melalui pengeras suara, jika muazin berada di kejauhan sekira suara azannya tidak terdengar kecuali dengan perantara pengeras suara? (Jawaban) Ya, tetap disunahkan menjawab orang azan tersebut. Kesunahan tadi berlaku apabila azan yang terdengar dari pengeras suara diperdengarkan oleh muazin secara langsung. Apabila azan yang terdengar adalah hasil rekaman, maka tidak sunah untuk menjawabnya karena kaset hanyalah menceritakan dan orang yang menceritakan tidak diceritai. Wallahu a’lam.” (Isma’il Zain Al-Yamani Al-Makki, Qurratul ‘Ain bi Fatawa Isma’il Az-Zain, [Sarang: Maktabah Al-Barakah), halaman 65).
Baca Juga: Geger dugaan bocornya putusan MK, Mantan Ketua MK minta Denny Indrayana diblacklist dari Sidang MK
Pendapat senada juga sempat disinggung oleh anggota Dewan Majelis Qadha’ Tarim Yaman Al-Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri (wafat 1360 H) saat menjelaskan perihal hukum menjawab Ayat Sajdah yang dilantunkan melalui radio maupun televisi.
Dalam kitabnya ia menyatakan:
وَمِثْلُهُ الْأَذَانُ عِنْدَ مَا نَسْتَمِعُهُ مِنْ هَذِهِ الْأَجْهِزَةِ يَقْرَبُ أَنَّهُ يُنْدَبُ إِجَابَتُهُ وَخُصُوْصًا إِذَا كَانَ نَقْلاً حَيًّا مُبَاشَرَةً كَمَا نَسْمَعُ كُلُّ يَوْمٍ عِنْدَمَا يَنْقَلُوْنَهُ مِنْ مَكَّةَ فَإِذَا كَانَ بَعْدَ دُخُوْلِ الْوَقْتِ حَسْبَ مَا ظَهَرَ لِيْ يُسْتَحَبُّ إِجَابَتُهُ لِأَنَّهُ خَصَّصَ لِلْإِعْلاَمِ فَلاَ يَبْعُدُ أَنْ يَكُوْنَ مُجْزِيًا وَتُسَنُّ إِجَابَتُهُ
Artinya, “Demikian pula azan, ketika kita mendengarnya melalui perangkat ini (radio) maka menurutku yang lebih mendekati ialah disunnahkan untuk menjawabnya. Terutama, apabila azan tersebut disiarkan dengan langsung (live) seperti yang kita dengarkan setiap hari dari kota Makkah, jika sudah masuk waktu shalat. Sehingga menurut pandanganku disunahkan untuk menjawabnya sebab perangkat tersebut berfungsi untuk menginformasikan. Maka, hal tersebut bermanfaat dan disunahkan untuk menjawabnya.” (Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Syarhul Yaqutun Nafis fi Mazhab Ibn Idris, [Jeddah, Darul Minhaj], halaman 170).
Menilik dua referensi barusan maka dapat disimpulkan, hukum menjawab lantunan azan yang berasal dari pengeras suara (speaker) ataupun media televisi, radio dan aplikasi yang terinstal di smartphone hukumnya diperinci.