Bolehkah jamaah haji yang sedang haid melakukan Wukuf?

photo author
- Senin, 19 Juni 2023 | 15:27 WIB
Wanita sedang menjalankan Wukuf di padang Arafah.
Wanita sedang menjalankan Wukuf di padang Arafah.

Yang menjadi prinsip adalah kehadiran jamaah haji/umrah meski sebentar di padang Arafah dalam rentang waktu tersebut, tidak harus wukuf di sepanjang waktu tersebut. Dengan demikian, orang yang tidak sempat wukuf dalam waktu yang telah ditentukan, maka wukuf dan hajinya tidak sah.  

Kedua, dilakukan oleh orang yang dianggap ibadahnya (ahlan lil ‘ibadah). Wukuf sah dilakukan oleh anak kecil, orang yang tidur dan selainnya, karena mereka adalah golongan orang yang dianggap ibadahnya, berbeda dengan orang mabuk, orang gila atau orang yang pingsan/ tidak sadarkan diri (mughma ‘alaih), maka wukufnya tidak sah. (Syekh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Idlah, Beirut: Dar al-Hadits, hal. 313).  

Baca Juga: Persija Evos Mengukir Sejarah dengan Kemenangan Megah di PMPL ID Fall 2023

Suci dari hadats kecil dan besar merupakan bagian dari adab dan keutamaan saat wukuf yang merupakan salah satu rukun dalam menjalankan ibadah haji.

Jamaah haji wanita haid saat wukuf

Lantas bagaimana dengan Jamaah haji perempuan yang tengah mengalami haid, apakah sah dan boleh melaksanakan wukuf?

Menjawab pertanyaan tersebut, Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Wakil Ketua LBM PWNU Jawa Barat dan Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, dalam ulasannya di laman nu.or.id menjawab sebagai berikut.

Baca Juga: 5 Tanda Anda sudah diikuti oleh makhluk halus atau jin, harap waspada!

Ditegaskan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Idlah bahwa salah satu adab wukuf adalah dilakukan dalam keadaan suci.

Dengan demikian, wukuf yang dilakukan jamaah haji yang tengah menstruasi adalah sah, meski ia kehilangan keutamaan wukuf dalam keadaan suci.

Al-Nawawi berkata:  

اَلسَّابِعَةُ الْأَفْضَلُ أَنْ يَكُوْنَ مُسْتَقْبِلًا لِلْقِبْلَةِ مُتَطَهِّرًا سَاتِرًا عَوْرَتَهُ فَلَوْ وَقَفَ مُحْدِثًا أَوْ جُنُبًا أَوْ حَائِضًا أَوْ عَلَيْهِ نَجَاسَةٌ أَوْ مَكْشُوْفَ الْعَوْرَةِ صَحَّ وُقُوْفُهُ وَفَاتَتْهُ الْفَضِيْلَةُ.  

“Kesunnahan dan adab wukuf yang ketujuh. Yang lebih utama adalah menghadap kiblat, suci dari hadats dan menutupi aurat. Sehingga bila seseorang wukuf dalam keadaan berhadats, junub, haid, terkena najis atau terbuka auratnya, maka sah wukufnya dan ia kehilangan keutamaan” (Syekh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Idlah, Beirut-Dar al-Hadits, hal.313).  

Baca Juga: 7 Pernyataan kontroversial Panji Gumilang, meragukan Alquran hingga bisa menebus dosa zina dengan uang 2 juta!

Berdasarkan referensi tersebut dapat dipahami bahwa kondisi menstruasi tidak mencegah kebsahan wukuf, sebab hanya berkaitan dengan keutamaan, bukan kewajiban.  

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: nu.or.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

9 jenis jin dan tugasnya, yuk simak apa saja

Selasa, 9 Desember 2025 | 18:31 WIB
X