Pemindahan Ibu Kota Turki, Keputusan Berani Atatürk yang Ubah Sejarah Dunia

JAKARTA INSIDER - Sejarah Turki modern tidak bisa dilepaskan dari sosok Mustafa Kemal Atatürk, tokoh revolusioner yang mendirikan Republik Turki pada 1923.

Salah satu kebijakan penting yang diambil Atatürk adalah memindahkan ibu kota negara dari Istanbul, kota bersejarah warisan Kekaisaran Romawi Timur dan Kesultanan Utsmaniyah, ke Ankara, sebuah kota kecil di Anatolia.

Keputusan ini bukan hanya administratif, tetapi juga simbol transformasi besar dalam politik, budaya, dan identitas bangsa Turki.

Baca Juga: Fatih Sultan Mehmed vs Bizantium, Pertempuran yang Mengubah Sejarah Abad ke-15

Istanbul: Jantung Sejarah Kekaisaran

Selama lebih dari seribu tahun, Istanbul (dahulu Konstantinopel) menjadi pusat kekuasaan dunia.

Kota ini merupakan ibu kota Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur) sejak tahun 330 M, dan kemudian direbut oleh Sultan Mehmed II pada 1453, menjadikannya pusat Kesultanan Utsmaniyah.

Baca Juga: Rahasia Politik Kosem Sultan: Perempuan yang Mengendalikan Kesultanan Utsmaniyah

Sebagai pusat peradaban, Istanbul dikenal dengan kemegahan arsitekturnya, masjid-masjid megah seperti Hagia Sophia dan Masjid Biru, serta letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional.

Namun, ketika Kesultanan Utsmaniyah runtuh setelah Perang Dunia I, Istanbul dipandang Atatürk sebagai simbol masa lalu yang feodal dan penuh keterikatan dengan monarki lama.

Lahirnya Republik Turki

Setelah kekalahan Utsmaniyah dalam Perang Dunia I, sekutu berusaha membagi wilayah Anatolia melalui Perjanjian Sèvres (1920).

Mustafa Kemal, seorang perwira militer muda, memimpin perlawanan nasional melalui Perang Kemerdekaan Turki (1919–1923).

Kemenangan perjuangan rakyat Turki akhirnya diakui lewat Perjanjian Lausanne (1923) yang menetapkan kedaulatan Republik Turki.