Alasan kepala desa ngotot jabatan diperpanjang 9 tahun, berdalih hindari konflik yang kerap terjadi

photo author
- Sabtu, 21 Januari 2023 | 21:23 WIB
Kepala desa yang tergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) ramai-ramai datang ke Jakarta untuk berdemonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2023) kemarin. (mahkamahkonstitusi)
Kepala desa yang tergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) ramai-ramai datang ke Jakarta untuk berdemonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2023) kemarin. (mahkamahkonstitusi)

 

JAKARTA INSIDER - Ramai ramai Kepala Desa tuntut jabatan 9 tahun ternyata salah satu alasannya diungkap Agus Salam Rahmat.

Kades Lengkong, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini semula mendapat jatah menjadi Kades selama 6 tahun.

"Sebetulnya 6 tahun atau 9 tahun masa jabatan bukan menjadi sebuah persoalan. Akan tetapi yang menjadi soal adalah setiap kali pemilihan kepala desa (Pilkades) maka disitu terjadi konflik," katanya Agus, dikutip dari laman NU Online, Sabtu (21/1/2023).

Menurutnya, jarak kontestasi pilkades yang lebih lama dapat mengurangi energi konflik sosial warga desa akibat dampak pembelahan pilihan.

Baca Juga: Sukses pertemukan Lionel Messi dengan Cristiano Ronaldo, Arab Saudi percaya diri gelar Piala Dunia 2030

"Yang kemarin enam tahun dikalikan tiga, artinya dalam 18 tahun terjadi tiga kali konflik. Tapi kalau jabatan kades 9 tahun maka konflik hanya terjadi 2 kali dalam 18 tahun itu," ujar Agus berdalih.

Sebelumnya, Kepala desa yang tergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) ramai-ramai datang ke Jakarta untuk berdemonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2023) kemarin.

Mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun.

Baca Juga: Penting! Kenali gejala dan tanda-tanda terjadinya Stroke dengan slogan SeGeRa Ke RS

Mereka juga meminta DPR merevisi masa jabatan yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Merespons hal itu, Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Sunaji Zamroni atau Naji menyebut, bahwa masa jabatan sembilan tahun membuka peluang besar penyelewengan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

"Karena kita tidak bisa menjamin cara pemilihan kades itu profesional dan mesti selalu memperoleh pemimpin desa yang bersih, jujur, dan amanah,” kata Naji, kepada NU Online, Jumat (20/1/2023).

Ia kemudian membeberkan besaran anggaran yang diterima desa.

Baca Juga: Siap-siap, musim hujan akan berganti kemarau panjang

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ari Utari JI

Sumber: NU Online

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X