politika

Gempa dan tsunami dahsyatnya Aceh 26 Desember 2004: Goresan sejarah sisi lain Masjid Raya Baiturrahman

Senin, 26 Desember 2022 | 21:08 WIB
Mengenang 18 Tahun Tsunami Aceh, Bencana Alam Paling Mematikan Sepanjang Sejarah (Dok Dishub Aceh)

“Sejujurnya, kami cukup terganggu dengan tangisannya yang sangat tidak lazim di telinga siapapun itu,” lanjut penutur kisah yang memberikan tekanan pada bagian ini (menceritakan kepada penulis).

“Seandainya yang menangis adalah bayi atau anak-anak, tentu tidak ada yang komplain. Atau setidaknya, jika ada orang dewasa yang menangis itu dalam keadaan sakit, kita juga bisa memakluminya.

Ini yang menangis orang dewasa, suara tangisannya keras dengan nada suara yang tidak teratur. Cukup menjengkelkan, memang.” Penutur kisah mematikan api rokoknya di dasar asbak dan seakan-akan hendak mengakhiri ceritanya.

Saya (penulis) ingin mengetahui kisah itu lebih lanjut, tetapi berusaha untuk tidak bertanya agar rasa penasaran saya tertutupi.

Penutur kisah memandang saya (penulis) sambil tersenyum dan memastikan kalau saya sependapat dengannya.

Sependapat bahwa orang dewasa memang tidak patut menangis dengan suara yang nyaring, lebih-lebih lagi di tengah keramaian seperti di pengungsian saat itu. Saya mengangguk sebagai isyarat menyetujui pendiriannya.

Baca Juga: Chef Arnold kebingungan mencari Kaesang yang mendadak menghilang setelah 2 minggu menikah. Ada apa gerangan?

“Sebagian kami mencoba menghiburnya dan berupaya memberikan pengertian, agar bapak itu bersabar atas musibah yang sedang menimpa kami semua,” penutur kisah melanjutkan narasinya.

“Pak, bersabarlah. Ini cobaan Allah.” Seorang pengungsi mulai mengadvise penuh empati.

“Semua kita sedang mendapatkan ujian Allah. Saya juga kehilangan anak,” lanjut pengungsi tersebut.

“Bukan itu, hu..hu..” respon bapak tersebut sambil melanjutkan tangisannya.

“Rumah saya juga hancur, Pak,” Sambung yang lain.

“Hu..hu.. bukan itu,” sang bapak tidak menghentikan tangisannya.

“Isteri saya juga terseret arus. Anak saya tidak diketahui bagaimana nasibnya,” timpal pengungsi lain lagi.

“Tidak. Bukan. Bukan itu..hu..hu..” sang bapak sama sekali tidak mempedulikan nasehat orang-orang sekelilingnya.

Halaman:

Tags

Terkini