JAKARTA INSIDER - Sebelum terpilih menjadi Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, nama Ir. H. AA La Nyalla Mahmud Mattalitti sempat meramaikan politik tanah air dan kasus kontroversial.
Pria kelahiran Bugis yang berusia 63 ini banyak menghabiskan waktunya di Surabaya, Jawa Timur. Tak heran sosoknya dikenal pemberani, bahkan terkadang pemberontak.
Saat La Nyalla ditetapkan sebagai Ketua DPD melalui mekanisme voting yang dilakukan 134 anggota DPD yang hadir, ia mendapatkan 47 suara.
La Nyalla berhasil mengalahkan tiga pesaingnya, yakni Nono Sampono dengan 40 suara, Mahyudin 28 suara, dan Sultan Bachtiar 18 suara.
Alhasil, La Nyalla kini menduduki jabatan yang cukup strategis yaitu sebagai Ketua DPD RI hingga nanti berakhir di 2024.
Menilik kariernya, sebelum ia mulus melenggang sebagai Ketua DPD RI, La Nyalla sempat terhadang kasus hukum.
Mantan Ketua Umum PSSI itu pernah ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2016.
Kejaksaan Agung menjeratnya dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur tahun 2011 hingga 2014.
Saat ditetapkan tersangka, La Nyalla menjabat sebagai Kepala Kadin Jawa Timur. Dana tersebut diduga digunakan untuk membeli saham terbuka atau IPO di Bank Jatim senilai Rp 5,3 miliar.
La Nyalla menilai, status tersangka untuk dirinya dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur atas kasus dana hibah tidak mendasar.
"Itu semua pesanan, silakan saja, suka-suka mereka," kata La Nyalla dalam pesan media sosial kepada media pada tanggal 18 Maret 2016.
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi tolak gugatan UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan tiga pemohon
Sebelumnya, La Nyalla sempat dicari-cari karena kabur ke Singapura hingga akhirnya dideportasi. Begitu ditetapkan sebagai tersangka, La Nyalla langsung menggunakan haknya untuk menggugat lewat praperadilan.
Bahkan hakim tunggal memenangkan La Nyalla dan menganggap penetapan tersangka tidak sah.
Namun, Kejati Jatim tak patah arang. Pada April 2016, kejaksaan kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk La Nyalla.