Kisah pengorbanan Laksamana Maeda dan ajudannya tersebut juga tertulis dalam buku Kisah Istimewa Bung Karno tahun 2010.
Dengan kutipan berbunyi, "Laksamana Maeda dan saya berusaha sekeras-kerasnya untuk menjaga nama baik Republik Indonesia agar jangan sampai Belanda bisa mengatakan Republik Indonesia itu bikinan Jepang.”
"Biarpun saya diperiksa sampai empat hari untuk menekan saya sampai mengeluarkan kencing darah tetap saya tidak mengaku," tulis di buku itu.
Baca Juga: Inilah 3 tokoh perempuan dalam radar Cawapres Anies Baswedan untuk Pilpres 2024
Sampai akhirnya masa tahanan Laksamana Muda Maeda habis dia beserta stafnya tersebut pulang ke negaranya.
Namun dia tidak mendapat penghormatan, malah dia dikecam dan mendapat perlakuan tidak baik di negaranya.
Meskipun secara hati nurani masyarakat Jepang mendukung kemerdekaan Indonesia, namun secara kepatuhan, negara adalah segalanya.
Maedapun diseret ke pengadilan Mahkanah Militer oleh negaranya. Namun, di persidangan, Laksamana Maeda dinyatakan tidak bersalah dan akhirnya dia dibebaskan dari hukuman.
Baca Juga: Menimbang peluang Anies, Ganjar, dan Prabowo memenangi Pipres 2024
Setelah itu, Laksamana Maeda mundur dari dunia politik dan militer. Dia memilih untuk hidup sebagai warga negara biasa. Negara tidak memberikan uang pensiun untuknya. Hingga akhir hayat, Laksamana Maeda hidup dalam kemiskinan.
Dikabarkan Laksamana Muda Maeda meninggal tahun 1977 di Jepang dengan usia 79 tahun.
Pada tahun 1973 sebelum dia meninggal, dia diundang datang ke Indonesia untuk menghadiri perayaan hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada moment itulah Laksamana Maeda bertemu dengan Mohammad Hatta.
Dan dalam kesempatan itu, Laksamana Maeda menerima bintang jasa Nararia sebagai penghormatan pemerintah Indonesia atas jasa-jasanya yang telah membantu perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan.***