Faktor tambahan yang membuat banyak orang berpindah kewarganegaraan, menurut Prof. Sulfikar, adalah paspor Singapura yang merupakan salah satu paspor paling sakti di dunia.
Paspor Singapura menempati peringkat ke lima dalam daftar Passport Index dan dapat masuk ke 127 negara tanpa visa.
Berdasarkan pengamatannya terhadap beberapa kawan yang sudah berpindah warga negara, Prof. Sulfikar mengatakan para WNI yang jadi WN Singapura sesungguhnya tidak pernah benci atau kecewa dengan Indonesia.
Prof. Sulfikar mengamati, apapun yang terjadi dengan Indonesia, mereka tetap merasa itu adalah bagian dari identitas mereka sebagai orang Indonesia yang tinggal di Singapura.
“Tapi mereka melihat bahwa mungkin pekerjaan mereka itu tidak terlalu dihargai kalau mereka tetap ada di Indonesia; khususnya teman-teman yang ada di dunia akademik ya, atau di dunia pendidikan. Lalu kemudian ada alasan-alasan yang bersifat personal yang tentu saja sangat kompleks,” dia menjelaskan.
Waspada ‘brain drain’
Dirjen Imigrasi Silmy Karim mengatakan kepindahan sejumlah WNI ke Singapura karena ingin mendapatkan kesempatan dan kehidupan yang lebih baik adalah wajar.
Namun jumlahnya yang cukup banyak, serta fakta kebanyakan dari mereka sedang di usia produktif, patut menjadi “alarm” akan kemungkinan pelarian modal manusia atau brain drain di Indonesia.
Istilah tersebut merujuk pada perpindahan orang-orang pintar dan terdidik ke luar negeri sehingga negara asalnya kehilangan “otak” yang terampil.
“Ini fenomenanya kan yang pindah itu adalah orang-orang produktif memiliki keahlian, expertise, dan talenta-talenta baik ini kan merupakan aset. Bagaimana kita menjaga mereka supaya ada di Indonesia? Itu kan menjadi PR bersama,” ujarnya.
Data Ditjen Iimigrasi RI menyebutkan, antara tahun 2019-2022 terdapat sebanyak 3.912 WNI pindah kewarganegaraan menjadi warga Singapura, atau sekitar 1.000 orang per tahunnya. Yang memprihatikan, mereka yang pindah kewarganegaraan adalah kelompok usia produktif.
“WNI yang berpindah kewarganegaraan menjadi warga Singapura rata-rata pada kelompok usia produktif, usia 25-35 tahun,” ujar Dirjen Imigrasi, Silmy Karim baru-baru ini.
Artikel Terkait
Tiket Coldplay di Indonesia jauh lebih mahal daripada di Singapura, ternyata ini alasannya menurut Mo Sidik
Coldplay Mengguncang Singapura dengan Jadwal Konser Enam Hari Dalam Satu Bulan!
7 Hari di Singapura: Menikmati Tempat Wisata Populer Hingga Konser Coldplay
Taylor Swift Memukau Penggemar di Singapura dengan The Eras Tour 2024: Tiga Hari Berturut-turut!
Tidak perlu antri dan undian! Kontroversi praktik calo tiket Taylor Swift di Singapura gunakan Bypass Link
Kontroversi pesawat Lion Air Group dari Singapura ke Cengkareng yang terbang dengan rendah dan AC mati total
MIRIS! Setiap tahun 1.000 WNI usia produktif pindah jadi warga Singapura, ini penyebabnya