nasional

Musim kemarau 2025 diprediksi lebih singkat, pakar UGM serukan bahayanya

Sabtu, 26 April 2025 | 09:46 WIB
Ilustrasi musim kemarau 2025

Ia mengingatkan bahwa durasi musim kemarau sangat bervariasi dari tahun ke tahun. Bahkan, dalam kondisi ekstrem, kemarau bisa berlangsung hingga 24 dasarian, atau setara dengan 8 bulan.

Sebagai bentuk mitigasi, Emilya mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan sisa hujan di minggu-minggu terakhir April dengan melakukan penampungan air hujan (rainwater harvesting).

Langkah ini dianggap krusial agar masyarakat memiliki cadangan air saat kemarau mencapai puncaknya.

Baca Juga: Indonesia bersama dengan Estonia sepakat untuk mendukung resolusi perdamaian Ukraina dan Rusia

Ia menambahkan, "Air hujan yang masih turun pada akhir bulan ini sebaiknya dimanfaatkan untuk mengisi tampungan-tampungan air agar bisa digunakan saat kemarau datang."

Selain untuk kebutuhan rumah tangga, ketersediaan air juga penting untuk sektor pertanian yang sangat bergantung pada iklim.

Emilya menyarankan para petani untuk mulai menyesuaikan jenis tanaman yang akan dibudidayakan sesuai dengan kondisi musim kemarau.

Tanaman-tanaman yang membutuhkan lebih sedikit air atau yang memiliki masa panen lebih singkat bisa menjadi pilihan utama.

Baca Juga: Cadangan Minyak Semakin Menipis, Arab Saudi Incar Emas dan Mineral Indonesia, Jalin Kerjasama Strategis dengan 3 Prioritas

Di samping itu, pengaturan sistem irigasi seperti pembukaan pintu air waduk juga perlu diperhitungkan secara matang.

“Kolam retensi juga bisa menjadi salah satu opsi untuk menyimpan air. Namun perlu dicatat bahwa kolam-kolam ini harus sudah diisi sejak musim penghujan, agar dapat digunakan secara maksimal saat kemarau tiba,” jelasnya.

Dengan perubahan iklim global yang semakin nyata, pola musim pun menjadi makin sulit diprediksi.

Baca Juga: Timnas futsal Putri Indonesia bidik gelar juara AFC Women’s Futsal 2025

Oleh karena itu, kesiapsiagaan dan adaptasi menjadi kunci dalam menghadapi dinamika cuaca yang terus berubah.

Langkah-langkah antisipatif seperti konservasi air dan pengelolaan pertanian yang cermat bukan hanya diperlukan oleh individu atau petani, tapi juga perlu menjadi bagian dari kebijakan dan strategi nasional dalam menghadapi tantangan iklim di masa depan.***

Halaman:

Tags

Terkini