Dengan semangat jihad fi sabilillah, para pejuang Aceh seperti Teuku Umar, Cik Ditiro, Panglima Polim, dan Cut Nyak Dien berhasil dengan rakyat Aceh untuk melakukan perang gerilya melawan Belanda.
Belanda semakin kewalahan dan mengaku kalah dengan rakyat Aceh.
Tahun 1891, Christiaan Snouck Hurgronje yang merupakan ahli bahasa Arab dan Islam yang juga penasihat untuk urusan adat dari pemerintah kolonial datang ke Aceh. Sebagai orang yang paham tentang Islam, ia mencoba berbicara dengan para ulama ulama Aceh .
Snouck Hurgronje menjadikan pasukan Belanda lebih sedikit, karena ia menggunakan siasat menyerang dari dalam yang nantinya membuahkan hasil gemilang.
Tepat dengan kedatangan Snouck Hurgronje, rakyat Aceh sedang merasakan duka yang mendalam karena kematian Teuku Cik Ditiro. Salah satu pemimpin Aceh lainnya, Teuku Umar, dikabarkan menyerah kepada Belanda. Tetapi, itu ternyata hanya taktik semata untuk memperlemah kekuatan lawan.
Perang Aceh IV dan berakhir nya perang Aceh
Teuku Umar kembali bergabung dengan pasukan Aceh. Namun sayang, pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur di Meulaboh. Perjuangan pun kembali dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien bersama Pocut Baren.
Ibrahim Alfian dalam Perang di Jalan Allah: Perang Aceh 1873-1912 (1987) mengungkapkan, saat itu kondisi rakyat Aceh mulai melemah karena kematian dari beberapa pemimpin besarnya.
Tahun 1905, Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan kemudian wafat pada 1910. Kematian Cut Nyak Dien pun menjadi penanda berakhirnya Perang Aceh.***