Tradisi Malam Satu Suro sudah dimulai dari zaman Sultan Agung.
Pada saat itu, masyarakat umumnya mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwariskan dari tradisi Hindu.
Padalah, Kesultanan Mataram Islam sudah menggunakan sistem kalender Hijriah (Islam) dari sejak awal.
Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa itu berinisiatif untuk memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa.
Baca Juga: 12 Tanda orang terkena kiriman sihir, salah satunya adanya gangguan supranatural
Satu Suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro yang juga bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah.
Biasanya, pada Malam Satu Suro akan diadakan ritual iring-iringan rombongan masyarakat atau biasa disebut kirab yang berlangsung di beberapa daerah di Jawa.
Perayaan Malam Satu Suro berfokus pada ketentraman batin dan keselamatan jiwa masyarakat yang mempercayai.
Pada umumnya, masyarakat berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan melakukan kebaikan-kebaikan sepanjang bulan Suro tersebut.
Baca Juga: 8 Jurus ANTIBOROS belanjakan uang jajan, bikin daftar belanja hingga hargai uang receh
Maka dari itu, sepanjang bulan Suro, masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling atau ingat dan waspada.
Adapum eling berarti bahwa manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan di mana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.