Mereka diduga memberikan informasi rahasia, seperti Harga Perkiraan Sendiri (HPS), KAK, dan dokumen persyaratan teknis lelang lainnya kepada RL.
Dalam pertukaran bantu-membantu tersebut, RL memberikan fee sebesar 1% dari nilai kontrak kepada GOY setiap kali RL berhasil memenangkan proyek di Dinas PUPR pada periode 2019-2021.
Selain itu, GOY juga diduga menerima sejumlah uang tunai sebesar Rp300.000.000,- serta fasilitas lainnya sebagai imbalan atas bantuannya kepada RL.
Tersangka GOY dijerat dengan dakwaan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU R Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berdasarkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Baca Juga: Dugaan Modus Operandi Korupsi di Antam: Mengubah HS Code dan Peran HRTA
KPK mengecam penyimpangan anggaran proyek infrastruktur yang semestinya digunakan untuk memajukan daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan sosial masyarakat.
KPK juga menyatakan komitmennya untuk terus mendampingi pemerintah daerah, terutama di Papua, dalam menerapkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan yang prima serta kemajuan dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.***
Artikel Terkait
Kendala audit keuangan PSSI, auditor temukan periode yang tidak ada pembukuan, ada juga yang masih manual
Setelah Kemenkominfo, kini Waskita Karya tetap memberi selamat terhadap direkturnya yang tertangkap korupsi
Skandal korupsi emas di Antam terkuak! Erick Thohir gencarkan program bersih-bersih
Skandal Korupsi Brimob: Anggota Bongkar Aksi Curang Atasan, Kena Mutasi Demosi Tanpa Alasan
Dugaan Modus Operandi Korupsi di Antam: Mengubah HS Code dan Peran HRTA