Hingga kini pemerintah belum terlihat ada langkah nyata terkait sepinya toko offline dimana-mana.
Nia Rohayatun, pedagang pasar Andir Bandung sebut persaingan toko online atau e commerce seolah tak masuk akal baginya.
E commerce atau toko online dianggap merusak harga pasar yang ditawarkan toko offline.
Baca Juga: Ahli tarot, Veline Ratu sebut Dewi Perssik akan menemukan jodoh di usia menjelang 50 tahun
“Kalau untuk persaingan harganya nggak masuk akal banget (dengan e commerce),” kata Nia Rohayatun, pedagang pasar Andir Bandung.
“Itu kita modalnya saja bisa Rp100.000 (perpotong), tapi di toko sebelah (toko online/ e commerce) bisa 70 persen, misal dijual Rp40.000,” lanjut Nia Rohayatun, pedagang pasar Andir Bandung
“Sedangkan kan kita modal saja Rp100.000 lebih,” ujar Nia Rohayatun, pedagang pasar Andir Bandung.
Baca Juga: Ferry Irawan ungkap alasan kenapa dirinya berminat daftar kuliah di fakultas hukum
“Nggak mungkin dong kita ngejual di harga Rp40.000 atau Rp50.000,” tutur Nia Rohayatun, pedagang pasar Andir Bandung.
“(Persaingan) Sangat tidak sehat sih,” ucap Nia Rohayatun, pedagang pasar Andir Bandung.
Persaingan harga di e commerce diaggap sangat todak sehat bagi Nia Rohayatun, pedagang pasar Andir Bandung.
Bukan hanya persaingan harga yang tidak sehat, terkadang e commerce mematok harga tak masuk akal bagi Nia Rohayatun, pedagang pasar Andir Bandung.***
Artikel Terkait
Haji Faisal selaku pedagang grosir di Pasar Tanah Abang Jakarta sebut ekonomi pasca Covid belum pulih
Pasar Tanah Abang Jakarta tergerus online, pedagang: Dahulu terbesar di Asia Tenggara, sekarang nggak ada lagi
Pasar Tanah Abang Jakarta kini kondisinya miris dan sepi pembeli, beberapa kios atau toko tutup
Muzdalifah jualan bawang goreng secara online, harga yang ditawarkan disebut merusak harga pasar
Pedagang Pasar Tanah Abang menjerit: Toko offline tidak laku, jualan di online juga sepi tidak ada yang nonton
Tak hanya pasar Tanah Abang Jakarta yang sepi, pasar Andir Bandung juga sepi: Sekarang jual 1 item saja susah
Pasar Andir Bandung juga sepi seperti Tanah Abang, pedagang: Dulu sehari Rp2,5 juta, sekarang Rp100.000 susah