Proyek SS-1 dimulai pada 2016 silam, diawali dengan Workshop Ground Station bersama ORARI. Mock-up satelit pun rampung pada 2018 dengan misi komunikasi amatir.
Biaya pembuatan satelit nano ini sekitar Rp3 miliar termasuk bantuan komponen satelit dari pihak PSN.
Mengukir sejarah industri antariksa nasional
Peluncuran satelit SS-1 itu dinilai menjadi sejarah bagi industri antariksa nasional karena menjadi satelit pertama yang dikembangkan secara mandiri oleh anak-anak muda Indonesia.
Head of Research Center of Satellite Technology, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Ing Wahyudi Hasbi menyatakan dukungan penuh BRIN terhadap pengembangan teknologi satelit nano.
Menurut Wahyudi, peluncuran satelit ini menjadi bukti dari konsistensi para ilmuwan dan pihak-pihak pendukung.
Wahyudi menilai, SS-1 menjadi titik awal yang menunjukkan Indonesia mampu menjadi pionir karya besar yang akan membuka jalan bagi generasi muda Indonesia untuk memajukan satelit bangsa.
“Peluncuran SS-1 yang dikembangkan oleh generasi muda Indonesia dengan dukungan seluruh stakeholder adalah salah satu tonggak sejarah baru dalam perkembangan satelit di Indonesia dan memberikan suntikan motivasi pentingnya penguasaan teknologi satelit bagi Indonesia,” ujar Wahyudi.
Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN akan selalu mendukung dan membuka kerja sama dengan universitas dan perusahaan rintisan lokal dalam mengembangkan satelit.
BRIN telah mempunyai skema dukungan riset serta fasilitas pengujian dan integrasi satelit.
Baca Juga: Perusahaan otomotif yang memiliki karyawan terbanyak, menurut World Index, Mana saja? Yuk simak!
Empat anak muda yang terlibat
CEO Pasifik Satelit Nusantara Adi Rahman Adiwoso mengungkapkan, ada empat anak muda yang terlibat dalam pengembangan satelit nano tersebut. Mereka merupakan para insinyur yang bekerja di PSN.