JAKARTA INSIDER - Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri dinyatakan terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat.
Atas perbuatannya, Ferdi Sambo divonis pidana hukuman mati. Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang menuntut Ferdy Sambo dengan pidana hukuman seumur hidup.
"Mengadili, menyatakan Terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut.
Serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya secara bersama-sama.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, (13/2).
Baca Juga: Kejagung jadwalkan pemeriksaan Menkominfo terkait kasus BTS Bakti Kominfo
Selain itu, Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah melakukan perusakan CCTV yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Ferdy Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setelah vonis dijatuhkan oleh majelis hakim, publik masih bertanya-tanya motif Ferdy Sambo menghabisi ajudannya Brigadir N Yosua Hutabarat.
Baca Juga: Bantu penanganan gempa Turki, Tim gabungan EMT tahap dua mulai diberangkatkan, total ada 119 orang
Ferdy Sambo dalam persidangan mengaku ia membunuh Brigadir N Yosua Hutabarat karena merasa direndahkan harkat dan martabatnya setelah mendengar pengakuan istrinya Putri Candrawathi dilecehkan oleh Brigadir N Yosua Hutabarat.
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dalam persidangan tetap kukuh dengan pernyataannya bahwa dirinya dilecehkan bahkan sampai diperkosa oleh Brigadir N Yosua Hutabarat di rumah Magelang.
Namun, pernyataan mengenai pelecehan, tindak kekerasan seksual dan perkosaan, tidak disertai bukti. Tidak ada bukti visum yang dilakukan oleh Putri Candrawathi jika memang terjadi pemerkosaan.
Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim, dikatakan bahwa pengakuan Putri Candrawathi telah terjadi tindakan kekerasan seksual justru tidak bisa dibuktikan secara hukum.