JAKARTA INSIDER - Juru bicara Kementrian Luar Negeri Rusia, sebut pernyataan mantan Perdana Menteri pendudukan 'Israel' terkait konflik Moskow dengan Kiev sebagai 'pengakuan lain'.
Hal tersebut dikeluarkan setelah mantan Perdana Menteri pendudukan 'Israel', Naftali Bennett, mengaku menjadi salah satu mediator saat Rusia mulai serang Ukraina.
Nama Naftali Bennett muncul sebagai perantara yang tidak terduga dan tidak berbuat banyak untuk mengakhiri perang di minggu-minggu pertama, belum lagi dia adalah Perdana Menteri pendudukan Israel.
Baca Juga: Politik muka dua Israel dalam konflik Ukraina - Rusia
Dalam wawancara tersebut salah satunya menyoroti peran Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis dalam membatalkan tanda-tanda gencatan senjata pada hari-hari awal pembicaraan Ukraina.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengomentari masalah ini dengan menggambarkan pernyataan mantan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett sebagai "pengakuan lain".
Baca Juga: Karena masalah ini, Sukarno pernah walk out di rapat Muhammadiyah. Begini kisahnya (bagian 1)
Zakharova lebih lanjut mencatat bahwa mantan Perdana Menteri pendudukan Israel juga mengatakan bahwa di beberapa titik Barat memutuskan "untuk menghancurkan [Presiden Rusia Vladimir] Putin daripada bernegosiasi."
"Pengakuan lain," tulis Zakharova di Telegram pada hari Minggu.
Selain itu, dalam pengakuannya Bennett mengatakan bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, menjanjikan 'keamanan' dan tidak akan membunuh Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Bennett mengklaim bahwa setelah berbicara dengan Presiden Ukraina di telepon, dia kembali ke kantornya dan merekam video dari kantornya, menyatakan bahwa dia tidak takut pada apapun.
Bennett mengatakan Zelensky-lah yang mengkhawatirkan nyawanya dan yang memintanya untuk membicarakan hal ini dengan Putin.
Namun hal tersebut tidak dipercaya oleh pihak Ukraina, yang menyebut Putin sebagai pembual.