"Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat-istiadat Cina. Karena itu perayaan Imlek saat masa Soeharto umumnya tidak dilakukan, atau berlangsung bersembunyi," demikian keterangan dalam unggahan itu.
Baca Juga: Kasus gagal ginjal akut akan memasuki persidangan, PT AF korporasi pertama yang disidang
Praktis, selama masa kepempimpinan Soeharto perayaan Imlek dilarang.
Etnis Tionghoa di tanah air baru mendapat kebebasan mengekspresikan perayaan Imlek lagi ketika kepemimpinan Indonesia jatuh ke tangan Gus Dur.
Mereka kembali mendapat kebebasannya serta mendapat dukungan dari pemerintah bahwa setiap perayaan Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional.
"Gus Dur mengeluarkan Kepres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres NO.14/1967. Pencabutan Inpres tersebut memungkinkan warga Tionghoa untuk merayakan upacara-upacara agama seperti Imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya secara terbuka," tulis keterangan unggahan itu.
Baca Juga: Karim Benzema siap menjadi tumpuan Real Madrid untuk meraih kemenangan di kandang Athletic Bilbao
Kemudian Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan NO.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif mendukung Kepress Gus Dur.
Sejak itulah, warga Tionghoa di Indonesia bisa bebas merayakan tahun baru Imlek hingga hari ini. Dan Gus Dur pun dijuluki "Bapak Tionghoa Indonesia".***