JAKARTA INSIDER - Satu dari empat anak Indonesia ternyata mengalami stunting, bahkan 23 persen bayi yang lahir di Indonesia sudah stunting.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama, paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi.
Stunting dipengaruhi banyak hal mulai kesehatan remaja, ibu hamil, pola makan balita, serta ekonomi, budaya, mau pun faktor lingkungan seperti sanitasi dan akses terhadap layanan kesehatan.
Baca Juga: Profil Agus Harimurti Yudhoyono atau lebih dikenal AHY, bagaimanakah orangnya?
Studi Status Gizi Indonesia 2021, menyebutkan kurang lebih ada 5 juta anak Indonesia mengalami stunting.
Dirilis JAKARTA INSIDER dari laman romkes.kemkes.go.id pada Senin (9/1/2023), untuk mengejar generasi emas di 2045, pemerintah terus berupaya menekan angka stunting.
Indonesia menargetkan angka stunting turun hingga 14 persen pada tahun 2024 dari 24 persen di 2021.
Baca Juga: Prakiraan cuaca untuk wilayah DKI Jakarta pada hari ini Senin, 9 Januari 2023
Untuk menekan angka stunting itu, maka intervensi harus dimulai sebelum bayi lahir, bahkan sejak perempuan masih di usia remaja.
Kenapa perlu intervensi terhadap perempua berusia remaja karena hasil data menunjukkan, 8,3 juta dari 12,1 juta remaja putri tidak mengkonsumsi tablet tambah darah dan berisiko anemia
Bahkan 2,8 juta dari 4,9 juta ibu hamil tidak periksa kehamilan minimal 6 kali.
Baca Juga: PDIP dikepung 8 partai politik tolak sistem pemilu proporsional tertutup
Melihat masih tingginya angka stunting di Indonesia, maka pemerintah menaruh respek dengan hasil penelitian Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) tentang minyak makan merah.
Minyak makan merah atau disebut juga sebagai refined palm oil merupakan produk dari minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO) yang setelah proses penyulingan tidak melanjutkan proses-proses selanjutnya.