JAKARTA INSIDER - Judicial Review (JR ) yang diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat penolakan secara tegas oleh sejumlah frakdi partai politik di DPR Senayan.
Selain itu juga mendapat sorotan tajam oleh Taufik Abdullah, pengamat politik dan akademisi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe (Unimal) Aceh.
Dikatakan oleh Taufik Abdullah kepada pewarta JakartaInsider pada Jum'at (6/1/2023) petang, "Sesungguhnya, pemilu itu manifestasi kedaulatan partai atas nama rakyat. Menarik kita lihat putusan MK nantinya, yang pasti akan menterjemahkan dalam terminologi kedaulatan rakyat.
Demokrasi jelas menjunjung tinggi kedaulatan rakyat; dari, oleh dan untuk rakyat.
Tapi pemilu sebagai (bagian dari sistem) demokrasi adalah, kompetisi partai politik, dalam mengeksploitasi kedaulatan rakyat (suara rakyat), jadi dimana kedaulatan rakyat?" ujar Taufik dengan nada mempertanyakan, bila nantinya sistem proporsional tertutup diberlakukan kembali seperti di era sistem politik pemerintahan Orba.
Baik terbuka dan tertutup, kata Taufik, nyatanya kedaulatan rakyat hanya manifesto belaka.
"Dulu, MK telah membuka dari tertutup, dan boleh boleh saja nanti menutup kembali, atas nama kedaulatan rakyat, pemilu direct dan indirect.
Nah, jika MK menutup, maka subtansi dan dalilnya apa? Tentu tidak harus dikaitkan dengan rezim saat ini.
Apalagi hanya yang Pro adalah PDIP, sementara parpol lainnya kontra," imbuh Taufik Abdullah yang juga eksponen aktivis Aceh tahun 90-an era Orba.
Sejauh ini, lanjut Taufik, PDIP telah membuka kembali wacana proporsional tertutup.
"Kita lihat saja apa akhir putusan MK, atas gugatan para pihak.
MK lembaga konstitusi negara, bisa saja membuka dan atau menutup kembali.
PDIP mewacanakan tertutup, selebihnya semua parpol tolak alias masih komit terbuka," tandas Taufik Abdullah yang menempuh pendidikan pasca sarjana bidang politik di negeri jiran, Kuala Lumpur, Malaysia.