"Maaf, Pak, kalau saya tidak menentang partai, Bapak tidak menjadi Wakil Presiden," jawab saya.
Pak Sofyan sampai tertawa terbahak. Sebagai mantan atasan saya di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Pak Sofyan tentu tahu tentang sikap keras kepala saya.
Soalnya, Pak Jusuf Wanandi memerlukan waktu lebih kurang dua tahun untuk meyakinkan saya agar bersedia "membantu" Pak JK. Keputusan saya masuk Partai Golkar tanggal 6 Agustus 2008 adalah wujud dari upaya yang dilakukan Pak Jusuf Wanandi itu.
"Pusing saya mengurusi politik. Itu urusan kalian yang muda-muda," kata Pak JK.
"Usai ini, Inshaa Allah, saya akan tegak lurus dengan partai, Pak," jawab saya lagi. Tentu jawaban itu sekaligus menyimpulkan betapa Pak JK sama sekali tak menunjukkan sinyal untuk maju dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
Baca Juga: Tak hanya Polres Astana Anyar, ini deretan kantor Polisi yang pernah jadi sasaran teror bom
Dalam Debat Cawapres pada hari Minggu malam itu, saya sama sekali tak ikut menyimak. Saya bersama keluarga berada dalam perjalanan dari Bandung - Lembang - Jakarta. Pagi harinya, saya menghadiri acara Jenggala Center yang menampilkan Pak JK.
Saya bertemu Agus Gumiwang Kartasasmita, Chairuman Harahap, Iskandar Mandji, Neil Iskandar dan Sofyan Wanandi.
Prof Dr Obsatar Sinaga, salah satu anggota saya di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) DPP Partai Golkar periode 2010-2014 (dengan catatan, anggota Balitbang DPP Partai Golkar tidak wajib memiliki Nomor Anggota Partai Golkar), bertindak sebagai moderator.
Berkali-kali saya ganti frekuensi radio di mobil, baik FM maupun AM, sama sekali tidak menangkap siaran Debat Cawapres itu. Baru di wilayah Bekasi saya bisa menyimak dua segmen terakhir.
Baca Juga: Ketindihan atau tubuh tak bisa digerakkan ketika tidur? Jangan khawatir
Kehadiran EA saya simak lewat akun twitter @IndraJPiliang. Ada saja yang mention ke saya, tentu dari kubu 02. Saya diam saja. Kebetulan, salah satu staf ahli Pak JK juga menanyakan ke saya.
"Keputusan EA adalah pribadi. Saya melihat EA punya peluang menggantikan Sandiaga sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Apabila proses pemilihan itu berlangsung pasca Pilpres 17 April 2019, peta politik bakal berpihak kepada EA," begitu ucapan saya.
Bahwa EA tak bergerak di luar DKI Jakarta, saya ketahui dari kehadiran Ketua Umum HIPMI Bahlil Lahadia dalam upaya pemenangan Jokowi - Ma'ruf Amin.
Selain menjadi anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf Amin, Bahlil dan Eka Sastra membentuk Relawan Pengusaha Muda Nasional (REPNAS). REPNAS melakukan semacam kirab nasional secara estafet dari Aceh hingga Papua.