JAKARTAINSIDER— Jelang Pemilu 2024 diprediksikan oleh para akademisi, ada dua kemungkinan pelanggaran dan sengketa bisa saja mengemuka.
Pertama, kerusuhan sosial antar basis pendukung atau relawan, pada saat musim kampanye. Kedua, kecurangan masif pada saat perhitungan dan rekapitulasi suara, boleh jadi dalam bentuk perkelahian atau tindakan-tindakan premanisme.
Di kabupaten/kota di Aceh potensi ke arah itu masih mungkin terjadi. Pengalaman buruk pada Pemilu 2019, tidak berulang lagi. Demikian pengamatan DR. Taufik Abdullah, akademisi dan dosen ilmu politik di Fakultas FISIP Unimal, Lhokseumawe.
Baca Juga: Corona bisa dicegah, inilah beberapa cara untuk meningkatkan tubuh!
Menurut Taufik, pendekatan restorative justice, hendaknya bukan menunggu pelanggaran muncul ke permukaan, tetapi ada upaya preventif sebelum kasus membesar.
“Istilahnya, yang kecil segera diantisipasi, dan yang berpotensi bahaya laten cepat diselesaikan. Saya pikir Bawaslu RI, patut mempertimbangkan dan memikirkan hal ini dengan serius, sehingga pemilu periode ini ada aturan dan norma-norma hukum yang bisa diterapkan melalaui restorative justice,” Imbuh Taufik Abdullah.
Terkait kemungkinan penyelesaian sengketa pemilu melalui restorative justice menurut Taufik Abdullah sangat relevan dipraktikkan di negara kita, agar hal-hal yang berdampak destruktif dapat ditekan.
“Pemilu 2024 masih menyisakan kekhawatiran. Kekerasan pemilu patut diwaspadai biarpun tahun 2019 yang lalu memperlihatkan perkembangan sedikit menggembirakan, relatif aman dan terkendali. Namun jangan lupa, jejak rekam pemilu di Aceh pasca damai muncul keteganggan dilatari berbagai motif. Kekerasan politik bukan sekedar teror, intimidasi dan bahkan pembunuhan bermotif pemilu terjadi di Aceh,” kata Taufik seraya menggugah ingatan peserta diskusi panel.
Dalam konteks yang sama, Dr. Teuku Kemal Pasya melihat sejarah perdamaian, kultur, tipologi masyarakat dan serta kearifan restorative justice, dalam prakteknya; keadilan restorative justice tidak menyelesaikan seluruhnya, tapi sebahagian. Tradisi peumat jaroe (saling memaafkan) belum tentu memenuhi rasa keadilan bagi korban.
Baca Juga: Cara membuat lemari dari kardus bekas, bikin irit dikantong
“Artinya, tidak semua hal dapat ditolerasi melalui peumat jaroe, tetapi ada pelanggaran tidak dapat dipungkiri harus diselesaikan melalui hukum formil pemilu,” tegas akademisi dan dosen Antropologi Universitas Malikussaleh ini.