Baca Juga: Ukraina memanas, berhasil serang balik Rusia hingga tewaskan 20.000 tentara Putin
Misalnya saja, kekerasan terhadap dokter internship yang terjadi di Lampung baru-baru ini, dan yang beberapa waktu lalu terjadi terhadap Prof dr Zaenal Mutaqqin, PhD, SpBS(K), dokter spesialis bedah saraf dengan keahlian langka, namun karena sikap kritisnya ternyata dapat dihentikan kontrak kerjanya di RS Karyadi Semarang.
“Kalau terhadap seorang guru besar dan dokter spesialis konsultan dengan reputasi internasional dapat diperlakukan demikian, bagaimana dengan tenaga kesehatan yang lebih lemah posisinya. Ternyata pada RUU Kesehatan tidak melindungi tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam mendapatkan kepastian dalam menjalankan pekerjaan profesinya,” tegas dr Mahesa Paranadipa Maikel, MH, Wakil Ketua II, PB IDI.
Baca Juga: Pernah berseteru, ekspresi ketakutan Fuji saat bertemu Nikita Mirzani di Malang disorot oleh netizen
Tantangan terhadap Akses Pelayanan Kesehatan
Salah satu tantangan utama yang dihadapi sistem kesehatan Indonesia adalah akses terhadap perawatan.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya 38 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap layanan kesehatan dasar.
Hal ini sebagian disebabkan kurangnya infrastruktur dan sumber daya di daerah pedesaan, di mana banyak orang Indonesia tinggal.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada perluasan fasilitas dan layanan kesehatan di daerah-daerah tersebut, serta peningkatan pembiayaan untuk kesehatan.
“Banyak tenaga kesehatan yang bersedia bertugas di tempat-tempat terpencil, namun tidak dapat bekerja secara maksimal karena minimnya sarana baik fasilitas kesehatan maupun akses menuju faskes yang tidak diperhatikan oleh pemerintah. Belum lagi masih tidak jaminan perlindungan dan keselamatan para tenaga kesehatan saat bertugas dari pemerintah setempat dan pusat,” kata DR Ade Jubaedah, Sekjen Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
“Ada dua hal yang membuat kami terpaksa melakukan rencana aksi, pertama pembahasan RUU ini yang dari awal banyak yang disembunyikan dan sangat terburu-buru tanpa memperhatikan masukan dari kami dari Organisasi Profesi Kesehatan Medis," kata Apt. Dra tresnawati, Wakil Sekjen Ikatan Apoteker Indonesia.
"Kedua, ada upaya untuk mengadu domba memecah belah masyarakat profesi yang akan sangat merugikan masa depan kesehatan. Keberadaan Organisasi Profesi Kesehatan yang selama ini mengabdi bagi negeri tidak diterima masukannya,” imbuhnya.
Kelima organisasi profesi medis ini juga menyoroti pentingnya kolaborasi yang lebih baik antara berbagai pemangku kepentingan di sektor kesehatan.