JAKARTA INSIDER — Wacana Revisi Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (RUU Polri) kembali mencuat dan menjadi sorotan tajam.
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membahas dan mengesahkan RUU tersebut, meskipun Komisi III DPR menyebut bahwa fokus mereka saat ini masih pada pembahasan Revisi KUHAP.
Baca Juga: Makin memanas! Polemik Ahmad Dhani vs Ariel Noah berlanjut sindiran nyolong dan ngembat di medsos!
Ketua DPR, Puan Maharani, memastikan bahwa hingga kini belum ada pembahasan resmi maupun Surat Presiden (Surpres) untuk memulai proses legislasi RUU Polri.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, yang menegaskan belum ada agenda pembahasan RUU Polri dalam waktu dekat.
Namun, draf RUU Polri yang beredar tetap memunculkan kekhawatiran publik, terutama terkait empat poin krusial yang dinilai berpotensi merugikan masyarakat sipil:
Baca Juga: Polemik RUU TNI baru mereda, kini rencana RUU Polri muncul picu aksi massa kembali meledak
1. Kewenangan Pemblokiran Akses Siber (Pasal 16 ayat 1 huruf q)
Polri diberikan kewenangan memblokir dan memutus akses di ruang siber demi alasan keamanan nasional. Koalisi Masyarakat Sipil menilai aturan ini mengancam kebebasan berpendapat dan berisiko tumpang tindih dengan fungsi Kementerian Komunikasi dan Digital serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
2. Pengawasan Terhadap Aparat Lain (Pasal 14 ayat 1 huruf g)
Polri ditugaskan mengoordinasi, mengawasi, dan membina kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), hingga pengamanan swakarsa. Kewenangan besar ini dikhawatirkan memperluas dominasi Polri atas lembaga lain.
3. Penguatan Fungsi Intelijen Polri (Pasal 16A)
RUU memberi Polri hak menyusun rencana dan kebijakan Intelijen Keamanan (Intelkam) sebagai bagian dari kebijakan nasional. Publik khawatir perluasan ini akan berdampak pada privasi dan ruang sipil.
Baca Juga: Beban bagi mantan Napi, Kementerian HAM resmi usulkan SKCK dihapus
4. Usulan Perpanjangan Usia Pensiun
Draf juga mengatur usia pensiun anggota Polri menjadi 60 tahun, dan 62 tahun untuk keahlian khusus. Sementara pejabat fungsional bahkan bisa pensiun di usia 65 tahun. Kebijakan ini menuai kritik karena dinilai tidak mendesak dan hanya memperpanjang jabatan struktural.
Kritik dan Penolakan Masyarakat Sipil
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menegaskan penolakan terhadap rencana revisi ini.
Menurutnya, DPR seharusnya lebih dulu memprioritaskan RUU yang lebih penting, seperti RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, dan RUU Masyarakat Adat.
Artikel Terkait
Belajar dari Mpok Atiek, waspada bahaya makan manis berlebihan saat momen buka puasa
Israel ketar ketir, Angkatan Udara IRGC Iran pamerkan kota bawah tanah yang kini menampung ribuan rudal presisi
Ricuh dan semakin berkecamuk! Pihak Otoritas Turki tangkap 1.000 demonstran penentang Presiden Erdogan
DPR puji efisiensi anggaran pemerintah 2025, komitmen gunakan uang negara demi kesejahteraan rakyat
Polemik RUU TNI baru mereda, kini rencana RUU Polri muncul picu aksi massa kembali meledak