Baca Juga: Legitimasi pencalonan Gibran sebagai Cawapres tercoreng putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi
Kini normalisasi juga dilakukan oleh KPU dengan meloloskan Gibran Rakabuming Raka yang berhasil memenuhi syarat sebagai kandidat, meskipun pelanggaran etik berat melekat dalam pengambilan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023.
“Setara Institute menolak normalisasi pelanggaran konstitusi dengan tetap mendorong publik peka dan menjadikan kontroversi Putusan 90/PUU-XXI/2023 sebagai variabel dalam menentukan pilihan dalam Pemilu nanti. Cara ini sekaligus sebagai bagian pengawasan publik agar pemilu dijalankan secara berintegritas dan adil,” ungkapnya.
Jaga integritas
Setara Institute juga mendorong penyelenggara pemilu menjadi aktor utama yang menjaga integritas pemilu sehingga tercipta keadilan elektoral (electoral justice) pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
Lembaga itu juga menentang segala bentuk intervensi, intimidasi, dan netralitas artifisial yang ditunjukkan oleh beberapa pihak.
Baca Juga: Netralitas alat negara di Pemilu 2024 diuji dengan upaya dinasti politik
Setara Institute menegaskan penolakannya terhadap normalisasi pelanggaran konstitusi dalam pencalonan Gibran.
Mereka mendesak publik untuk peka terhadap kontroversi putusan yang memengaruhi pemilihan dan mengawasi agar pemilu berlangsung secara adil dan berintegritas.
Jaga integritas dan keadilan elektoral adalah fokus utama, serta menentang segala bentuk intervensi dan intimidasi dalam proses tersebut.***
Artikel Terkait
Jejak sejarah Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta hingga menjadi pusat pendidikan unggulan
Netralitas alat negara di Pemilu 2024 diuji dengan upaya dinasti politik
Legitimasi pencalonan Gibran sebagai Cawapres tercoreng putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi
Asah Digital 3.0: Menyiapkan generasi emas untuk Pemilu 2024