Sirah Nabawiyah, benarkah Rasulullah berpoligami? Berikut faktanya

JAKARTA INSIDER - Setelah wafat Khadijah dalam sirah Nabawiyah diceritakan bahwa Rasulullah kemudian hijrah dari Makkah ke Madinah.

Setelah berada di Madinah maka Rasulullah memulai periode dakwah yang baru dalam perjalanan dakwahnya.

Melalui sirah nabawiyah ini akan tergambarkan sejumlah hikmah dari poligami yang di lakukan Rasulullah.

Baca Juga: Sebelum tersandung kasus KDRT, begini kisah cinta Rizky Billar bersama Lesti Kejora

Dilansir JAKARTA INSIDER dari kitab Sirah Nabawiyah Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol'ahji pada Kamis (13/10/2022) tentang hikmah poligami yang dilakukan Rasulullah.

Pertama, semua kehidupan Rasulullah baik pribadi maupun yang umumnya merupakan teladan yang wajib di ikuti. Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab (33:21) berikut: "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. "

Kedua, semua istri Rasulullah memiliki karakter yang beragam maka lewat poligami Rasulullah mengajarkan tentang kesuksesan dalam membangun hubungan baik dengan berbagai tipe manusia.

Baca Juga: Krisis Ekonomi semakin nyata di negara Uni Eropa, Jerman dan Italia dalam keadaan ' genting '

Ketiga, setelah Rasulullah mendeklarasikan negara Islam di Madinah maka muncul berbagai suku menentang Rasulullah, sehingga pernikahan dengan wanita dari berbagai suku tersebut dapat mengurangi pertentangan untuk mendakwahkan Islam.

Di era Modern ini banyak orang mempertentangkan poligami dengan kehidupan modern pedahal poligami adalah bagian dari sunah yang dicontohkan Rasulullah.

Semua kampanye yang menyudutkan Islam dengan isu poligami merupakan sebuah konspirasi global yang digerakkan oleh musuh-musuh Islam. Rasulullah bersabda: "Tidak ada bagi orang kafir kekuasaan atas orang Islam".

Baca Juga: Penjelasan Danpaspamres soal anggotanya ditegur Kapolda Metro Jaya dan disita KTA. Begini duduk perkaranya

Maka hal tersebut mesti menjadi pegangan kita bahwa apapun bentuk ajaran Islam yang sudah dicontohkan Rasulullah maka tidak boleh kita rendahkan atau tidak setujui.

Kalau kita belum mampu mengamalkan sunah Rasulullah bukan berarti kita berhak untuk mengecam ajaran dan teladan yang sudah di contohkan Rasulullah.