Dari abu Sa’id al-Khudri r.a berkata: “Rasulullah SAW keluar ke lapangan tempat salat pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, lalu yang pertama yang dilakukannya adalah salat, kemudian berangkat dan berdiri menghadap jamaah, sementara jamaah tetap duduk pada saf masing-masing lalu Rasulullah menyampaikan wejangan, pesan, dan beberapa perintah” (HR al-Bukhari).
Hadis tersebut yang digunakan oleh Muhammadiyah untuk landasan salat Ied di lapangan.
Berawal dari Kritikan Tamu India
Dalam buku Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai yang terbit tahun 2019 mengungkapkan bahwa salat Ied di lapangan bermula dari sebuah kritikan.
Kritikan itu datang dari tamu India di era kepemimpinan Kiai Ibrahim tahun 1923 hingga 1933.
Masih mengutip dari laman resmi Muhammadiyah, diceritakan bahwa tamu tersebut mempertanyakan mengapa organisasi yang telah memposisikan diri sebagai gerakan Tajdid atau pencerahan ini masih menggunakan Masjid Keraton Yogyakarta untuk salat Idul Fitri.
Menurutnya, seharusnya Muhammadiyah sudah mulai melakukan salat Idul Fitri di lapangan seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Padahal, penggunaan Masjid Keraton Yogyakarta untuk menghormati Sultan Hamengkubuwono VII.