LBH Jakarta kecam keras Perppu Cipta Kerja, wajah kediktatoran pemerintah dalam praktik legislasi!

photo author
- Sabtu, 31 Desember 2022 | 14:11 WIB
Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan pemerintah banyak mendapat penolakan (pixabay)
Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan pemerintah banyak mendapat penolakan (pixabay)

JAKARTA INSIDER - Di penghujung tahun ini Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, di Kantor Presiden, Jumat (30/12/2022), sampai dengan saat ini publik belum dapat mengakses PERPPU tersebut.

Atas dasar penerbitan tersebut, LBH Jakarta menyatakan sikap mengecam penerbitan PERPPU No. 2 Tahun 2022 karena tidak dilatarbelakangi keadaan genting yang memaksa, dalam menjalankan kehidupan bernegara.

PERPPU merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja inkonstitusional. Mengenai penerbitan PERPPU a quo LBH Jakarta berpandangan:

Baca Juga: Benny Simanjuntak ogah bandingkan Ririn Dwi Ariyanti dan Dhena Devanka: Ririn cantik, artis. Dhena? Dulu SPG

Pertama, Penerbitan PERPPU Cipta Kerja Diterbitkan Tidak Dalam Kegentingan yang Memaksa.

Bagir Manan memberikan kriteria bahwa unsur "kegentingan yang memaksa" sebagaimana dimaksud Pasal 22 UUD NRI 1945 harus menunjukkan dua ciri umum, yaitu:

1. Ada krisis

Suatu keadaan krisis apabila terdapat suatu gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave and sudden disturbance).

2. Kemendesakan

Kemendesakan (emergency) ini dapat terjadi apabila berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan atau pengaturan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu.

Baca Juga: Berita buruk menghampiri timnas Indonesia jelang laga krusial melawan Filipina pada lanjutan Piala AFF 2022

Penerbitan PERPPU seharusnya tidak menjadi alat kekuasaan Presiden semata, walaupun merupakan kekuasaan absolut yang dibenarkan konstitusi (constitutional dictatorship).

Penerbitan PERPPU harus menjadi wewenang bersyarat bukan wewenang yang secara hukum umum melekat pada Presiden.

Pernyataan Airlangga Hartanto latar belakang penerbitan PERPPU karena adanya dampak perang Rusia-Ukraina dan "kondisi krisis ini sangat nyata untuk emerging developing country”, sangatlah jauh dari keadaan bahaya, baik secara kedekatan teritorial maupun sosial-ekonomi-politik, sarat akan kepentingan pengusaha.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ari Utari JI

Sumber: LBH Jakarta

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X