JAKARTA INSIDER - Amar putusan yang telah dipublikasikan Mahkamah Agung (MA) hanya memuat informasi singkat.
Sejak 2007, informasi yang termuat biasanya informasi singkat seperti tolak (yang artinya permohonan kasasi/PK ditolak majelis hakim), kabul (permohonan kasasi/PK dikabulkan majelis hakim), dan tolak perbaikan (permohonan kasasi/PK ditolak namun dengan perbaikan tertentu pada amar putusan pengadilan sebelumnya.
Informasi singkat ini menimbulkan peluang bagi oknum tak bertanggungjawab untuk memanfaatkannya.
Menurut anggota KY sekaligus Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Binziad Kadafi, meski mengacu pada putusan dan dipublikasikan di hari yang sama dengan waktu pengucapan putusan, KY menilai informasi singkat tersebut belum memadai.
Para pihak berperkara akan tetap mencari cara untuk mendapatkan informasi yang lebih detail.
"Di sinilah ruang terjadinya spekulasi dan transaksi yang potensial melibatkan atau dikait-kaitkan dengan hakim sehingga dapat berujung pada pelanggaran KEPPH," tambahnya.
KY mengatakan keterbatasan atau tertutupnya informasi tentang penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) menjadi salah satu titik rawan peluang terjadinya praktik korupsi.
"Salah satu titik rawan korupsi adalah terbatas dan tertutupnya informasi tentang hasil dari proses tertentu dalam penanganan perkara di MA," kata Kadafi, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Menurut Kadafi, keterbatasan informasi tersebut akan menggoda pihak berperkara melakukan komunikasi dan pendekatan tambahan dengan pihak-pihak di MA, termasuk oknum-oknum tidak bertanggungjawab.
Selain bisa memperjualbelikan informasi yang seharusnya secara normatif sudah bisa didapat, komunikasi dan pendekatan tidak resmi tersebut dapat diselewengkan dan diklaim hingga ke pengaturan isi putusan.
Oleh karena itu, KY mengapresiasi dan memberi dukungan penuh atas inisiatif MA pada awal Januari 2022 berupa penyempurnaan publikasi amar putusan pada Sistem Informasi Perkara (Info Perkara) di MA.