hukum-kriminal

Koalisi Masyarakat Sipil : Pasar gelap penunjukan penjabat kepala daerah di Indonesia, brutal dan ugal ugalan

Jumat, 30 Desember 2022 | 12:18 WIB
Ilustrasi pelantikan pejabat daerah (istimewa)

Oleh karenanya, perlu bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas sekaligus memberikan jaminan bagi hak asasi warga negara untuk mendapatkan informasi dan berperan aktif terhadap jalannya pemerintahan.

Baca Juga: Meski sempat koma, kondisi Indra Bekti saat ini sudah mulai membaik dan bisa lakukan hal ini dengan sahabatnya

Pengangkatan AM membuktikan, bahwa rezim Jokowi mengalami kemunduran dengan menarik kembali TNI ke ranah sipil dan militerisme masih mengakar di rezim ini.

Situasi ini memberikan traumatik bagi sipil akan kepemimpinan militer yang penuh dengan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran HAM, korupsi, dll sebagaimana zaman Orba.

Padahal, secara histori TNI didesak kembali ke barak demi mewujudkan profesionalisme TNI dan menghidupkan kembali sendi – sendi demokrasi sebagaimana dinyatakan dalam TAP MPR 10/1998 dan TAP MPR 6/2000.

Baca Juga: Pele, si bocah jenis itu telah pergi selamanya. Ikon legenda setiap permainan bola dimanapun dimainkan

Pelibatan kalangan TNI ke ranah sipil tidak terlepas dengan kebijakan lain, seperti pelemahan KPK, UU Cipta Kerja, UU IKN, UU Minerba dalam rangka mengamankan kebijakan ini untuk memuluskan perampasan ruang hidup rakyat.

Terbukti, selama menjabat AM mulai melakukan evaluasi izin – izin pertambangan di Aceh dan melakukan pembiaran terhadap perampasan lahan petani untuk perkebunan sawit.

Secara umum, penunjukkan penjabat kepala daerah di bawah eksekutif merupakan upaya membajak demokrasi baik melalui pemilu langsung maupun penundaan.

Situasi ini mirip dengan demokrasi terpimpin di era Orde Lama dimana semua urusan pemerintahan diserahkan ke tangan eksekutif.

"Kami khawatir, ke depan akan banyak suara – surat dari legislatif dan komponen lain yang menyerahkan semua urusan negara ke tangan eksekutif yaitu Jokowi."

Baca Juga: Lewati masa kritis, Indra Bekti sudah sadarkan diri pasca jalani prosedur operasi dan bisa berkomunikasi

Logikanya, ketika ada pesta demokrasi maka rakyat sebagai konstituen.

Karena penunjukkan penjabat kepala daerah dilakukan oleh eksekutif tanpa kontrol legislatif dan rakyat, maka sesungguhnya konstituen dan operator dari penjabat tersebut adalah eksekutif yaitu Jokowi, bukan lagi rakyat.

Ini melahirkan kebijakan satu komando di tangan Presiden, bukan hanya Aceh tapi termasuk daerah yang lain. Hal mana, konteks komando tetap di urusan bisnis, investasi dan sumber daya alam, bukan kebutuhan masyarakat.

Halaman:

Tags

Terkini