hukum-kriminal

IPW : Praktik mafia tambang gunakan modus hostile takeover, caplok perusahaan tambang seolah legal

Sabtu, 24 Desember 2022 | 18:15 WIB
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso (sugengteguhsantoso)

 

JAKARTA INSIDER - Indonesia Police Watch (IPW) mensinyalir bahwa operasional tambang menggunakan modus proses hukum.

Padahal di belakangnya ada mafia sehingga terlihat operasional tambang tersebut legal.

Model ini dikenal dengan istilah hostile takeover.

Menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, pemerintah mesti mewaspadai adanya praktik modus seperti ini. Begitu juga investor dan para pelaku bisnis tambang.

"Itulah upaya paksa pencaplokan satu perseroan dengan menggunakan proses hukum yang seolah-olah legal. Proses ini biasanya didahului dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat antara perusahaan tambang yang memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) dengan memunculkan pihak ketiga sebagai pihak yang membuat perjanjian," sebut Sugeng.

Baca Juga: Buntut konten 'Polisi Pengabdi Mafia', Kamaruddin Simanjutak dan Uya Kuya dipolisikan

Dalam diskusi 'Beking Aparat di Balik Mafia Tambang' yang digelar Sorogan Journalist Forum di Jakarta Selatan, dikatakan Sugeng, modus ini antara lain dialami PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang bergerak di industri nikel, berlokasi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Awalnya ada pihak lain yang membuat perjanjian dengan pemegang saham, lalu membayar kurang dari 10 persen nilai perjanjian.

Selanjutnya, PT CLM sebagai pemegang IUP kemudian mengadakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terkait pembelian saham.

PPJB nilainya US$ 28,5 juta, baru dibayar US$ 2 juta. Sisanya sekitar Rp 500 miliar hampir setengah triliun yang belum dibayar.

Baca Juga: Man City optimis! Jude Bellingham bakal tolak pinangan Real Madrid, meskipun ditawari 100 juta poundsterling

Namun dengan modal kurang dari 10 persen itu, mereka hendak men-take over satu company yang memiliki IUP, kemudian tidak membayar sisanya.

Caranya yaitu dengan modus menggunakan satu proses legal. Dari perjanjian kemudian masuk ranah hukum, lalu mereka menangkan pertarungan di proses hukum, baik melalui proses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), di peradilan umum dan terakhir di kepolisian.

"Proses seperti itu bisa menjadi perdebatan ketika pihak yang merasa dirugikan melapor ke kepolisian. Hostile take over sebenarnya tidak bisa dilakukan jika mengacu pada aturan yang berlaku," katanya.

Halaman:

Tags

Terkini