hukum-kriminal

Cerita miris aktivis Ratna Batara Munti dampingi perempuan korban kekerasan seksual dapatkan keadilan

Jumat, 16 Desember 2022 | 15:24 WIB
Aktivis Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, Ratna Batara Munti. (Kompas TV)

JAKARTA INSIDER - Terungkap betapa rumit dan butuh perjuangan seorang korban kekerasan seksual dalam memperjuangkan keadilannya.

Hal ini diungkap aktivis Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, Ratna Batara Munti.

Ia membandingkan kasus yang dialami Putri Chandrawathi yang mengaku mendapat kekerasan seksual dari mendiang Brigadir Yosua alias Brigadir J, dengan perempuan korban lainnya.

Khususnya kasus yang banyak ditemukan di berbagai daerah.

Menurut Ratna, apa yang diterima Putri Chandrawathi terbilang sangat istimewa atau privilege dari pihak kepolisian.

Baca Juga: Tanggal 26 Desember 2022 libur atau tidak? ini penjelasan terbaru soal cuti bersama Natal

Namun ternyata cerita Putri Chandrawathi bahwa ia korban kekerasan seksual tidak sesuai fakta dan banyak kejanggalan.

Padahal segala fasilitas baik psikolog forensik maupun cara polisi yang langsung memproses kasusnya begitu cepat, tidak sebanding dengan perlakuan perempuan korban kekerasan seksual lainnya.

"Putri Chandrawathi mendapatkan perlakuan privilege dari kepolisian. Selain itu dia dapat pendampingan psikolog bahkan psikolog forensik yang tingkatannya lebih tinggi dari psikolog klinis. Putri dengan mudahnya juga bisa langsung mendapatkan laporan polisi," ujar Ratna dilihat dari acara bincang Rosianna Silalahi Kompas TV, Kamis (15/12/2022) malam.

Baca Juga: Penderita darah tingggi, 6 sayuran ini tak boleh Anda konsumsi. Catat!

Sementara dari pengalaman Ratna untuk bisa mengadu dan melapor ke polisi sangat sulit bagi korban kekerasan seksual.

"Putri Chandrawathi itu privilege sekali, langsung diterima laporannya dan diiproses sampai akhirnya keluar SP3 karena terbukti itu hanya rekayasa tembak menembak, dan katanya ada pelecehan sebenarnya tidak," ujar Ratna.

Artinya, kasus Putri langsung dilayani dan langsung penyidik gunakan Undang Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

"Saya ke beberapa daerah itu banyak sekali penyidik gak mau pakai UU TKPS. Jangankan UU TPKS kita lapor saja belum tentu diterima dan keluar laporan dari polisi. Ini korban yang sudah kita dampingi, apalagi yang tidak didampingi," ujarnya.

Halaman:

Tags

Terkini