JAKARTA INSIDER — Kasus dugaan kepemilikan senjata api oleh seorang pengacara berinisial S (31) di kawasan Jakarta Pusat kini menjadi sorotan luas di tengah masyarakat. Insiden ini memicu kembali diskusi tentang ketentuan ketat dalam kepemilikan senjata api bagi warga sipil di Indonesia.
Kronologi peristiwa bermula pada 25 April 2025, saat S terlibat kecelakaan kecil berupa serempetan dengan sebuah angkutan kota (angkot) di kawasan Senen, Jakarta Pusat.
Cekcok pun terjadi antara S dengan sopir angkot tersebut, hingga keduanya akhirnya dibawa ke Pos Polisi Lapangan Banteng oleh petugas yang menangani laporan warga.
Baca Juga: Pesan terakhir Bunda Iffet untuk Slank, kritik pemerintah jangan terlalu keras
Di pos polisi itulah, petugas mendapati sesuatu yang mencurigakan dari S. Saat melakukan pemeriksaan lebih lanjut, mereka melihat satu pucuk pistol diselipkan di saku pakaian S. Kasus ini langsung berkembang serius karena membawa senjata api tanpa izin merupakan pelanggaran berat.
Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus, selain senjata jenis pistol Makarov kaliber 7,65 mm yang ditemukan di tubuh S, pihak kepolisian juga menyita senjata laras panjang rakitan serta satu unit airsoft gun dari dalam mobil milik S.
"Ketiga jenis senjata tersebut kini sudah diamankan di Polres Metro Jakarta Pusat," ujar Firdaus dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakpus, Senin, 28 April 2025.
Baca Juga: Menteri PPN sebut MBG lebih penting dari lapangan kerja, Pengamat ekonomi: Logikanya keliru!
Akibat temuan tersebut, S kini harus menghadapi ancaman hukuman berat. Ia resmi dijerat dengan Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, yang mengatur tentang kepemilikan senjata api ilegal dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kasus ini kemudian memunculkan tanda tanya besar di tengah publik: seberapa ketat sebenarnya prosedur bagi warga negara sipil untuk memiliki senjata api secara legal di Indonesia?
Berdasarkan informasi resmi dari laman Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas Bareskrim Polri), kepemilikan senjata api untuk kalangan sipil diatur dengan ketat dan hanya diberikan pada individu yang benar-benar memenuhi syarat tertentu.
Baca Juga: Tunggakan capai Rp1 Miliar, Yayasan MBN klaim butuh data konkret untuk bayar mitra dapur
Hal tersebut juga diperkuat dalam Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004, yang mengatur tentang 'Izin Memiliki Senjata Api'.
Dalam peraturan itu, dijelaskan bahwa izin hanya diberikan setelah melihat tingkat urgensi dari kepemilikan tersebut. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan izin, meskipun berstatus sebagai figur publik atau profesional seperti pengacara.
Ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi oleh pemohon senjata api, yaitu: