Bung Karno dan tokoh nasional lawas lainnya tidak pernah terlihat menggunakan kemeja batik, ini alasannya

Pada tahun 1967, kekuasaan Bung Karno berakhir, dan Suharto yang memiliki latar belakang yang sangat Jawa mengambil alih.

Saat itulah batik mulai dipertimbangkan sebagai pakaian atasan pria.

Suharto memperkenalkan batik sebagai kemeja pria, terutama dalam acara-acara non-formal, seperti ulang tahunnya pada tahun 1970.

Baca Juga: Canggih, Imigrasi Soekarno Hatta kedatangan 4 petugas baru, diciptakan melalui AI!

Meskipun demikian, perjuangan untuk menjadikan batik sebagai pakaian nasional belum sepenuhnya berjalan mulus.

Ali Sadikin, yang menjabat sebagai Gubernur Jakarta saat itu, adalah salah satu sosok yang gigih memperjuangkan batik sebagai busana nasional.

Awalnya, Ali Sadikin bahkan memakai barong, jenis kemeja tradisional Filipina.

Ketika dia diminta untuk mengenakan batik oleh pengusaha Abdul Latif, Ali Sadikin menjawab dengan nada bercanda, "Emangnya saya perempuan, pakai batik?"

Namun, akhirnya, Ali Sadikin pun mengenakan batik.

Baca Juga: Modus baru, BC Bandara Soekarno-Hatta tangkap ekstasi dalam kemasan makanan kucing

Kemeja batik pertamanya, konon, dibuat oleh Ibu Sud, pencipta lagu anak-anak yang terkenal.

Ali Sadikin kemudian bekerja sama dengan sejumlah perancang busana ternama seperti Iwan Tirta dan Poppy Dharsono.

Ia juga membolehkan pejabat DKI Jakarta untuk mengenakan batik dalam acara resmi.

Sejak saat itu, batik menjadi semakin umum dipakai sebagai kemeja pria, bahkan menjadi pakaian resmi yang bisa diandalkan sebagai alternatif dari setelan jas yang kurang nyaman dalam iklim tropis Indonesia.

Selanjutnya, kemeja batik mengikuti tren fashion.