Hal ini dikarenakan pemerintah menutup impor tekstil dan produk teksti sehingga para pengusaha sektor industri tekstil bisa menguasai pasar dalam negeri.
"Di kuartal ketiga 2022, kondisinya berubah 180 derajat gara-gara pemerintah membuka kembali kesempatan impor tekstil bagi para trader.
Akibatnya pasar dalam negeri dari hulu sampai ke hilir dibanjiri impor tekstil dan produk tekstil. Mulai dari benang sampai pakaian bekas", ujar Redma.
Tak heran, kemudian perusahaan melakukan pengurangan tenaga kerja, pengurangan jam kerja dan PHK.
Baca Juga: Resep nasi goreng cabai hijau ala chef Devina Hermawan, dijamin nagih!
"Permintaan tekstil dan produk tekstil dari negara Amerika Serikat, Eropa, Cina, beberapa negara Afrika sejak terjadinya perang Ukraina dan Rusia menurun drastis", ujar Redma.
Sebetulnya, pasar utama para pengusaha tekstil dan produk tekstil adalah pasar dalam negeri. Oleh karena pemerintah membuka impor tekstil dan produk tekstil, maka pasar dalam negeri diserbu tekstil dan produk tekstil dari luar negeri seperti dari Bangladesh, Cina, Korea Selatan, India. Yang nota bene mereka semua, sama seperti Indonesia, mengalami penurunan permintaan dari Amerika Serikat, Eropa dan Afrika.
Redma menjelaskan, Permendag 64/2017 memungkinkan trader untuk melakukan impor kain. Padahal di Permendag 85/2015, yang diperbolehkan impor hanya produsen saja. Ini membuat arus impor kain yang masuk ke pasar dalam negeri meningkat dan menekan produk lokal.
Pemerintah, lanjut Redma, perlu mempertimbangkan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64/M-DAG/PER/8/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil. Permendag tersebut diduga menjadi biang kerok membanjirnya impor kain ke pasar domestik.
Baca Juga: Cukai rokok naik, siap-siap kebakaran kantong
"Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial. Stok menumpuk. Pada saat yang sama kita buka impor tekstil dan produk tekstil. Mereka tak sia-siakan kesempatan ini. Pengusaha kita babak belur", ujar Redma.
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat, Yan Mei menginformasikan per Oktober 2022 tercatat sebanyak 55.000 pekerja dikenakan PHK dan 18 perusahaan tutup dari 14 kabupaten/kota di Jawa Barat yang melaporkan. Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah.
"Sudah ada 14 kabupaten/kota yang memberikan laporan mengenai pengurangan atau putus kontrak. Kurang lebih yang kena PHK itu hampir 55.000 dan yang tutup ada 18 perusahaan," kata Yan Mei
Dari 18 perusahaan yang tutup, setidaknya 9500 pekerja terkena dampak. Jika ditotal, dari pengurangan dan putus kontrak hingga saat ini tercatat sebanyak 64.000 pekerja dari 124 perusahaan.
Baca Juga: Abdullah bin Amr sahabat Rasulullah SAW yang gemar menulis
Artikel Terkait
Ingin bergabung dengan NATO, PM Swedia terbang ke Turki ingin minta dukungan dari Presiden Erdogan
PM Swedia minta dukungan Turki untuk gabung NATO, Erdogan: Mereka tidak jujur dan tulus!
Ini dia! Lima tokoh yang mendapat gelar pahlawan nasional
Tentara Rusia mundur dari Kherson, Menhan Sergei Shoigu: Keselamatan nyawa tentara Rusia paling utama
Mr. AA Maramis, Anak Manado pejuang kemerdekaaan, Menteri Keuangan Republik Indonesia pertama