ekbis

Perang Rusia dan Ukraina menjadi salah satu faktor yang mendorong OJK memperpanjang restrukturisasi kredit

Jumat, 20 Januari 2023 | 21:59 WIB
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto menjelaskan soal perpanjangan restrukturisasi kredit

JAKARTA INSIDER - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2023 untuk menghindari terjadi cliff effect atau pun shock (kejut) di industri perbankan.

‌Kalau restrukturisasi kredit terlalu cepat berhenti, akan menimbulkan cliff effect ataupun shock pada industri perbankan.

‌Shock di industri perbankan dampak ekonomi yang terganggu yang salah satunya dampak perang Rusia dan Ukraina.

‌Terjadinya shock pada industri perbankan akan membahayakan.

Baca Juga: Persib Bandung berhasil kalahkan Madura United, persaingan Liga 1 semakin ketat

‌Dirilis JAKARTA INSIDER dari ANTARA pada Jumat (20/1/2023) Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto, mengatakan, shock akan menimbulkan kredit crunch (kegentingan) yang menghambat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam webinar “Urgensi Perpanjangan Kebijakan Restrukturisasi Kredit", Kamis, Anung Herlianto mengatakan, keputusan perpanjangan restrukturisasi kredit itu sudah diterbitkan.

Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34 Tahun 2022 guna memperpanjang stimulus terkait restrukturisasi COVID-19 sampai Maret 2023 untuk sektor penyediaan akomodasi, makanan dan minuman, tekstil dan alas kaki, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sudah diterbitkan.

Restrukturisasi kredit untuk sektor dan wilayah tertentu tersebut diperpanjang dengan mempertimbangkan berbagai kondisi. 

Baca Juga: Dinilai kurang tinggi, tarif ERP Jakarta minta dinaikkan jadi Rp75 ribu 

Termasuk tensi geopolitik yang masih tinggi antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga komoditas.

Perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut, lanjutnya, juga telah mempertimbangkan pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19.

Serta besaran paparan kondisi perekonomian global terhadap perekonomian nasional.

“Kita juga tidak bisa memperpanjang kebijakan relaksasi kredit sampai terlalu lama," katanya.

Relaksasi kredit yang terlalu lama juga akan menimbulkan moral hazard, budaya tidak membayar, budaya mengemplang, dan budaya membayar seenaknya oleh kreditur. 

Baca Juga: Tiga tersangka teroris dengan dua jaringan berbeda berhasil diamankan Densus 88 Antiteror Polri

Menurut dia, berdasarkan survei Internasional Monetary Fund (IMF) sebanyak 51 negara di dunia telah mulai melakukan normalisasi kebijakan, termasuk dengan mengurangi stimulus kepada pelaku usaha.

Halaman:

Tags

Terkini