Mulai dari nenek moyang raja-raja Hindu hingga masa kekuasaan Islam di tanah Jawa, penulis Babad Tanah Jawi menyajikan hubungan keturunan yang mencapai zaman Nabi Adam dan nabi-nabi lainnya.
Baca Juga: Kabupaten Tangerang: Sisi Gelap dan Kontroversi Daerah Besar
Sebagai catatan, Babad Tanah Jawi tidak hanya menjadi bahan bacaan menarik, tetapi juga digunakan sebagai salah satu referensi dalam merekonstruksi sejarah pulau Jawa.
Babad Tanah Jawi memiliki beberapa versi yang dapat ditemui.
Salah satunya adalah versi yang ditulis oleh Carik Tumenggung Tirtowiguno atas perintah Pakubuwana III pada tahun 1788.
Versi ini kemudian diadaptasi menjadi versi prosa oleh Ngabehi Kertapraja atas usaha Johannes Jacobus Meinsma pada tahun 1874.
Namun, sejarawan Merle Calvin Ricklefs menekankan bahwa versi Meinsma bukanlah sumber utama yang dapat diandalkan untuk riset sejarah.
Sebaliknya, edisi W. L. Olthof yang diterbitkan pada tahun 1941 dianggap sebagai versi paling otoritatif dan berbobot.***