wisata-budaya

Mengenang Mbok Yem, legenda Gunung Lawu yang jadi simbol keteguhan pendaki

Kamis, 24 April 2025 | 14:38 WIB
Nasib Warung Setelah Mbok Yem Meninggal Dunia. (x.com/irfansugiharto_)

JAKARTA INSIDER - Lereng Gunung Lawu kehilangan sosok yang telah menjadi bagian dari sejarahnya. Mbok Yem, atau yang bernama asli Wakiyem, wafat pada Rabu, 23 April 2025 dalam usia 82 tahun.

Bagi para pendaki, nama Mbok Yem tak asing lagi. Ia adalah satu-satunya pemilik warung di puncak Lawu, tepatnya di dekat Hargo Dumilah—titik tertinggi gunung yang menjulang di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Keberadaan warung Mbok Yem selama bertahun-tahun telah menjadi tempat perhentian terakhir yang hangat sebelum para pendaki mencapai puncak.

Baca Juga: Penjaga warung legendaris Puncak Lawu berpulang, Mbok Yem: Saya sudah ingin istirahat

Ia dikenal karena keramahan, teh manis hangatnya yang legendaris, serta semangat yang tak pernah padam meski hidup di ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut.

Kepala Dusun Cemoro Sewu, Agus, membenarkan kabar duka tersebut. "Beliau sudah sakit sejak sebelum Ramadan, sempat turun gunung dan dirawat di rumah sakit di Ponorogo," kata Agus.

Agus menjelaskan bahwa biasanya Mbok Yem hanya turun setahun sekali untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga. Namun kali ini berbeda. Sejak Februari, kesehatannya menurun drastis.

Baca Juga: Daun Salam: Rempah dapur sejuta manfaat untuk menunjang kesehatan tubuh

Bahkan saat turun gunung terakhir, ia harus ditandu oleh enam orang karena sudah tidak kuat berjalan.

Setelah dirawat di RSUD Ponorogo dan dipindahkan ke RSI Aisyiyah Ponorogo karena komplikasi pneumonia, Mbok Yem sempat menunjukkan tanda-tanda membaik.

Namun kondisi itu tidak berlangsung lama. Ia akhirnya meninggal dunia pukul 15.30 WIB dan disemayamkan di rumah duka di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Magetan. Pemakamannya digelar di TPU desa setempat.

Baca Juga: Tak disangka! Ini 3 jenis tanaman hias yang membawa energi negatif menurut Feng Shui!

Warung Mbok Yem mulai berdiri sejak awal 1980-an. Awalnya, ia bukan penjaga puncak, melainkan pedagang sembako biasa di desanya.

Kegemarannya naik ke gunung untuk mencari rempah-rempah dan bahan jamu akhirnya menuntunnya membangun pondok kecil yang berkembang menjadi warung sederhana—yang kemudian melegenda.

Warung ini bukan sekadar tempat makan. Di tengah udara dingin Lawu, para pendaki menemukan kehangatan dari masakan rumahan, teh manis hangat, hingga cerita-cerita dari Mbok Yem yang menyegarkan semangat.

Halaman:

Tags

Terkini