Letaknya hanya sekitar 115 meter dari puncak Hargo Dumilah, menjadikannya titik persinggahan ideal sebelum menaklukkan puncak.
“Tidak ada pendaki Lawu yang tak kenal Mbok Yem,” kata seorang pendaki senior. “Beliau adalah bagian dari Lawu itu sendiri.”
Meski hidup jauh dari kenyamanan, Mbok Yem memilih menetap di gunung ketimbang tinggal tenang bersama anak cucu di rumah.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto: Petani Indonesia harus makmur, punya rumah dan juga mobil mewah!
Ia hanya turun saat Lebaran, dan selebihnya menjalani hidup dalam sunyi, menyatu dengan alam dan melayani tamu-tamunya yang datang dari berbagai penjuru tanah air.
Kini, setelah puluhan tahun menjadi penyangga semangat para pendaki, Mbok Yem memilih beristirahat untuk selamanya.
Sosoknya akan terus hidup dalam kenangan mereka yang pernah berteduh, menyeduh teh hangat, dan menyerap energi dari semangat hidupnya yang sederhana tapi luar biasa.***!
Artikel Terkait
Sejarah Masjid Wapauwe, Masjid tertua di Maluku
Peresmian Cagar Budaya baru di Depok: Melestarikan warisan sejarah lokal
15 Destinasi wisata uji nyali dari penjuru Dunia dan Indonesia, nomor 8 bikin merinding!
Khitanan cucu BJ Habibie digelar khidmat dengan adat Gorontalo
Penjaga warung legendaris Puncak Lawu berpulang, Mbok Yem: Saya sudah ingin istirahat