Sedangkan di Kantor PPLH Bali di Denpasar, bak penampungan air hujan ditempatkan di atas permukaan tanah. Untuk mengurangi paparan sinar matahari dan organisme hidup, tandon sengaja dicat hitam.
Filter air menggunakan material lapisan-lapisan batu, kerikil, arang, ijuk untuk mengurangi cemaran dan diletakkan di dalam pipa saluran air ke tandon. Namun aliran air hujan pertama masuk ke pipa buangan karena kotor.
Model ini memungkinkan untuk skala kecil karena air tidak disalurkan kembali ke pipa-pipa konsumsi air dalam rumah seperti toilet dan dapur.
Ada pula teknik recharge well atau sumur imbuhan/resapan. Pembuatan sumur resapan ini diyakini sebagai salah satu cara efektif menjawab krisis air. Dampaknya jangka panjang untuk mengisi lapisan tanah akuifer yang mengandung air.
Ukurannya jauh lebih besar dibanding biopori dan lebih cepat menginjeksi air ke tanah. Sehingga cadangan air tanah terjaga, tidak terbuang ke sungai lalu ke laut. Juga mengurangi risiko banjir.
“Saat hujan, air permukaan paling banyak tapi kotor. Harus ada penyaring kotoran dan bisa ditanami tumbuhan atau rumput agar tanah tak lari ke sumur,” jelas Gede Sugiarta, salah satu staf Yayasan IDEP yang membuat demplot recharge well di kantornya, Kemenuh, Sukawati, Gianyar.
Sumur resapan ini juga mengandalkan air di talang bangunan, dialirkan ke sumur resapan berkedalaman sekitar 3 meter, yang disaring alami dengan lapisan kerikil, dan ijuk.
Beberapa teknik memanen hujan ini semoga bisa menjadi inspirasi untuk memanfaatkan air hujan yang berlimpah saat musim penghujan tiba.***
Artikel Terkait
Benarkah harga gas elpiji 3 kg pekan ini akan naik? Ini Kata Pertamina
Penting! Tips jitu mengatasi tabung gas mendesis
Mengapa Gas Elpiji di Dapur Cepat Habis?
Emak-emak wajib tahu! Begini cara mudah memasang gas elpiji agar tak bocor