Umur alam semesta ternyata lebih tua dari yang diperkirakan sebelumnya!

photo author
- Senin, 17 Juli 2023 | 19:01 WIB
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa umur alam semesta mungkin hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya (phys.org)
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa umur alam semesta mungkin hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya (phys.org)

JAKARTA INSIDER - Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Rajendra Gupta, seorang profesor tambahan fisika di Fakultas Ilmu Pengetahuan, University of Ottawa, telah mengguncang komunitas ilmiah dengan mengusulkan bahwa umur alam semesta kita mungkin dua kali lebih tua daripada perkiraan sebelumnya.

Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society.

Selama ini, astronom dan fisikawan telah menggunakan metode pergeseran merah untuk menghitung usia alam semesta.

Namun, penemuan adanya bintang-bintang yang tampak lebih tua daripada perkiraan usia alam semesta, serta temuan galaksi awal dalam keadaan evolusi maju, telah menimbulkan kebingungan di kalangan ilmuwan.

Baca Juga: Bocor lagi! Kini 337 juta data penduduk Indonesia dari Ditjen Dukcapil Kemendagri diduga dijual di dark web

Masalah ini kemudian disebut sebagai "masalah galaksi awal yang mustahil".

Gupta menyajikan model baru yang memperluas waktu pembentukan galaksi selama beberapa miliar tahun.

Berdasarkan model ini, alam semesta diperkirakan berusia 26,7 miliar tahun, hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya yang menyebutkan usia 13,7 miliar tahun.

Penemuan ini menimbulkan kemungkinan bahwa teori-teori sebelumnya yang menjadi dasar perhitungan usia alam semesta perlu direvisi.

Baca Juga: Tidak hanya jual alat elektronik, pelanggan bisa tukar tambah smartphone di iBox!

Untuk menjelaskan fenomena ini, Gupta memperkenalkan teori "redshift lelah" Zwicky, yang mengusulkan bahwa pergeseran merah cahaya dari galaksi-galaksi yang jauh terjadi karena hilangnya energi oleh foton-foton seiring jarak yang mereka tempuh dalam alam semesta yang memperluas.

Namun, teori ini terbukti tidak konsisten dengan pengamatan yang ada.

Gupta kemudian mengusulkan bahwa dengan membiarkan teori ini berdampingan dengan ekspansi alam semesta, pergeseran merah dapat diinterpretasikan sebagai fenomena hibrida, bukan semata-mata karena ekspansi saja.

Selain itu, Gupta juga mempertimbangkan gagasan "konstanta kopling yang berkembang" yang diajukan oleh fisikawan Paul Dirac.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jaka LI

Sumber: Phys.Org

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

8 Fakta China Hidup di Teknologi Masa Depan

Selasa, 23 September 2025 | 15:59 WIB

Daftar Jet Tempur Tercepat di Dunia, Rusia Paling Unggul

Minggu, 21 September 2025 | 09:44 WIB
X