YLBHI sebut penerbitan Perpu Omnibus Law UU Cipta Kerja sebagai kudeta konstitusi

photo author
- Jumat, 30 Desember 2022 | 21:00 WIB
Muhammad Isnur, Ketua YLBHI dalam siaran persnya menyebutkan bahwa penerbitan PERPU No 2 tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja adalah salah satu bentuk kudeta konstitusi.
Muhammad Isnur, Ketua YLBHI dalam siaran persnya menyebutkan bahwa penerbitan PERPU No 2 tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja adalah salah satu bentuk kudeta konstitusi.

JAKARTA INSIDER -  Hari ini pemerintah mengumumkan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) No. 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja.

Seperti diketahui, UU Cipta Kerja dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.

Dalam Putusan tersebut, MK memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Baca Juga: Hari ini Pemerintah resmi terbitkan Perppu Cipta Kerja. Telah konsultasi dengan DPR. Demi kepastian hukum

Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Atas penerbitan Perpu Omnibus Law UU Cipta Kerja, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai sebagai bentuk kudeta terhadap konstitusi RI.

“Penerbitan PERPU ini sebagai jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi RI, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo,” kata Muhamad Isnur, Ketua Umum YLBHI dalam siaran pers yang diterima redaksi JAKARTA INSIDER hari ini, Jumat 20/12/2022.

Baca Juga: Pemerintah resmi mencabut PPKM. Jokowi ingatkan masyarakat tetap waspada karena pandemi Covid-19 belum usai

YLBHI juga menyebut hal ini semakin menunjukkan bahwa Presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK.

“Presiden justru menunjukkan bahwa kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi. Hal ini jelas bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis,” kata Isnur.

Penerbitan PERPU ini, lanjut YLBHI,  jelas tidak memenuhi syarat diterbitkannya PERPU yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa.

Baca Juga: Tes psikologi: Ungkap rahasia hal mistis yang kamu miliki, bisakah melihat hantu atau makhluk halus?

Presiden seharusnya mengeluarkan PERPU Pembatalan UU Cipta Kerja sesaat setelah UU Cipta Kerja disahkan, karena penolakan yang massif dari seluruh elemen masyarakat.

“Tetapi, saat itu Presiden justru meminta masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja melakukan judicial review. Saat MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, Presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan PERPU,” cetus Isnur.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: Rilis YLBHI

Tags

Rekomendasi

Terkini

X