Inilah yang menjadi rujukan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menolak berbagai permohonan uji materi UU Perkawinan yang ingin melegalkan perkawinan beda agama.
Oleh karenanya, para hakim seharusnya merujuk kepada berbagai putusan MK tersebut, di antaranya putusan No. 06/PUU-XII/2014.
Karena Putusan MK oleh UUDNRI 1945 dinyatakan sebagai bersifat final dan mengikat, termasuk dan terutama kepada atau untuk para penegak hukum, sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945.
Baca Juga: Hasil laga antara Liverpool vs Aston Villa, Skuad Jurgen Klopp menang dengan hasil manis 3-1!
Itu semua dipentingkan demi keadilan dan tertib hukum di NKRI yang dinyatakan sebagai negara hukum oleh Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.
Lebih lanjut, ia menambahkan agar umat beragama, baik umat Islam dan agama lainnya yang akan menikah, hendaknya memahami hukum agama Islam atau agama lain yang dianutnya terkait dengan perkawinan.
Juga memahami UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia jelas tidak membolehkan adanya perkawinan beda agama.
"Para orang tua juga mestinya mengingatkan atau mendidik anak-anaknya agar tidak salah memilih calon suami/istrinya, agar pilihannya sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga bisa menghadirkan masyarakat taat hukum dan keluarga yang sakinah mawaddah rahmah dan berkah," tukasnya.
Baca Juga: Diduga selewengkan bantuan korban gempa Cianjur, Bupati Cianjur, Herman Suherman dilaporkan ke KPK
Ia juga memahami bahwa salah satu rujukan yang digunakan oleh hakim di PN adalah Penjelasan Pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) yang berbunyi, ‘Yang dimaksud dengan ‘perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama’
Namun, lanjutnya, hakim-hakim yang memutus perkara tersebut seharusnya tidak hanya melihat pasal itu secara sepotong dan letterlijk, apalagi dengan mengabaikan ketentuan UUD dan putusan MK.
Harusnya, lanjutnya, demi keadilan dan kebenaran, para hakim harusnya juga memperhatikan risalah pembahasan RUU Adminduk untuk memahami maksud asli (original intent) ketentuan tersebut.
"Jadi, tidak menghasilkan penetapan yang serampangan, dan bertentangan dengan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia. Sehingga menimbulkan kerancuan dan ketidaksesuaian dengan keputusan MK serta ketentuan UUD," tuturnya.
HNW menjelaskan beberapa poin penting di Risalah Pembahasan RUU Adminduk tersebut, antara lain pertama, bahwa UU Adminduk itu hanya bersifat pencatatan perkawinan, bukan pengesahan perkawinan.
Artikel Terkait
Mengulik kembali sejarah Buya Hamka yang mundur dari Ketua MUI karena ucapan selamat hari Natal. Faktanya?
Tak hanya Yudas Iskariot, inilah 4 pengkhianat Nabi dalam Islam, bagaimana nasibnya?
Ini penjelasan Islam tentang hukum hobi memancing ikan
Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono dinilai oleh Pakar Angka, benarkah mereka memang berjodoh?
Saat pernikahan semakin dekat, Kaesang Pangarep dan Erina Gudono terlihat semakin rekat
Mengenalkan beragam budaya Indonesia, ternyata begini adat pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono